Rabu, 07 September 2011

Fanatisme Menurut Ali Zainal Abidin


Memalukan sekali suporterku? Begitulah kiranya sebuah ungkapan dari dalam hatiku menanggapi kekecewaanku pada para pendukung Timnas yang seperti menunjukkan dan menampakkan dengan sombongnya “Aku memang gila”. Dulu aku kecewa pada pengurus PSSI yang selalu dipenuhi dengan skandal dalam keoengurusannya. Kali ini sebaliknya para pengurus PSSI dan Timnas mulai berbenah diri, para pendukungnya sepertinya menghalangi. Kalau begini kapan majunya sepak bola kita Bung? Ayo kita berfikir bersama membantu mengangkat derajat negeri kita ini. Masa korupsi, skandal, dan lain lain diangkat, prestasi gak diangkat? Apa ya pada gak punya malu? Ibarat kata orang yang sakit masa gak mau sembuh?
Sudah sekian lama kita menantikan kapan tiba saatnya Timnas kita berlaga dan menunjukan kualitasnya pada dunia bahwa “Indonesia Bisa”, lantas mengapa kadangkala kita egois? Kita sering melihat kejelekan diri orang lain tanpa melihat kejelekan yang ada pada diri kita. Ya seperti itu juga yang dilakukan oleh segelintir orang yang mengaku pendukung tapi cuma kerudung. Disetiap pertandingan sering saya jumpai tulisan yang menghina dan melecehkan supporter tim lain (yang juga saudara sebangsa kita). Mulai dari “Fuck Viking”, “Anti The Jack”, “Malang The Dancok”, dan lain sebagainya. Coba anda fikir, apakah dengan hal itu Negara kita bersatu? Mari kita buka sejarah, setahu saya belum pernah ada dalam sejarah “Orang dalam satu Negara menganut sifat Fanatisme Kedaerahan membuat Negara bersatu”. Coba kita telaah kasus – kasus besar yang pernah terjadi di Negara kita:
  •       Kerusuhan di Ambon
  •      Kerusuhan di Poso 
  •      Kerusuhan di Sampit 
  •      Pemberontakan GAM (Gerakan Aceh Merdeka)
  •      Pemberontakan di Dili (mengakibatkan lepasnya Timor Timur dari NKRI)
Kalau anda perhatikan dari beberapa kasus di atas apakah semua itu memiliki keuntungan terjaganya kedaulatan dan keutuhan wilayah Negara kita? Bukan tidak mungkin kalau karena sifat fanatik kedaerahan itu dibiarkan berkembang akan membuat Negara kita hancur. Mengapa saya mengatakan demikian? Sebab sejarah telah mencatat bahwa keruntuhan suatu organisasi diakibatkan oleh sifat fanatisme terhadap sesuatu. Lantas apakah fanatik terhadap agama itu paling baik? Tidak sepenuhnya, semua itu tergantung dari yang menjalankan saja. Kalau terlalu fanatik dengan agama, biasanya bisa membuat sesorang sombong, dan dengan sikap yang merasa suci meyakini bahwa agamanya paling benar. Tidak heran aliran nyeleneh banyak bermunculan. Selain itu coba kita belajar dari kasus terorisme, apakah teroris itu jihad? Sebagai muslim saya amat marah kalau ada segelintir orang berlindung dari sifat fanatik mereka. Pernahkah Rasulullah mengajarkan kekerasan pada umatnya?
        Kembali ke pokok utama, dari hal di atas kita pasti bisa mencerna kalau fanatisme menimbulkan lebih banyak akibat daripada manfaat. Lantas apa kita dilarang bersikap fanatik? Tidak! Justru Rasulullah SAW pernah mengajarkan pada kita, sabda beliau:
“Barangsiapa yang mengaku cinta padaku, maka cintai pula ahli baitku” (H.R. Bukhori)
Yang dimaksud ahlil bait adalah mereka keturunan Rasulullah SAW. Dari hadist diatas kita tahu bahwa fanatik itu boleh – boleh saja asal tidak membuat kita lupa akan diri kita, hakikat kita diciptakan, serta siapa yang menciptakan kita.
        Sobat, negeri kita sudah sangat tua merdeka (66 tahun). Akankah dibiarkan Negara yang tua ini hancur? Allah SWT menganugerahkan pada kita kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945 (17 Ramadhan 1366 H). Subhanallah! Pada 17 Ramadhan adalah malam turunnya Al Qur’an, dimana kala itu Al Qur’an turun secara bertahap agar dapat menjadi petunjuk dan pembeda diantara Kitab Allah yang lain. Mu’jizat Rasulullah SAW yang paling luar biasa dan terjaga keasliannya. Oleh karena itu wajiblah kita renungi apa yang saya sampaikan ini. Dengan demikian tercapailah suatu harmonisasi kehidupan nan syahdu, Bunga cinta nan merekah seiring ridho dan rahmatNya pada kita semua makhlukNya. Semoga bermanfaat sobat!

Rabu, 24 Agustus 2011

Do'a Sepuluh Malam Terakhir Ramadhan


Doa malam ke 21 Ramadhan

Ada di Amalan dan Doa Malam Al-Qadar

Doa Malam Ke 22 Ramadhan


بسم الله الرحمن الرحيم
اللهم صل على محمد وآل محمد
يَا سَالِخَ النَّهَارِ مِنَ اللَّيْلِ فَاِذَا نَحْنُ مُظْلِمُونَ وَمُجْرِي الشَّمْسِ لِمُسْتَقَرِّهَا بِتَقْدِيْرِكَ، يَا عَزِيْزُ يَا عَلِيْمُ، وَمُقَدِّرَ الْقَمَرِ مَنَازِلَ حَتَّى عَادَ كَالْعُرْجُونِ الْقَدِيْمِ، يَا نُورَ كُلِّ نُورٍ، وَمُنْتَهَى كُلِّ رَغْبَةٍ، وَوَلِيَّ كُلِّ نِعْمَةٍ، يَا اَللهُ يَا رَحْمَنُ، يَا اَللهُ يَا قُدُّوسُ، يَا اَحَدُ يَا وَاحِدُ، يَا فَرْدُ، يَا اَللهُ يَا اَللهُ يَا اَللهُ لَكَ اْلاَسْمَاءُ الْحُسْنَى، وَاْلاَمْثَالُ الْعُلْيَا، وَالْكِبْرِيَاءُ وَاْلاَلاَءُ، اَسْاَلُكَ اَنْ تُصَلِّيَ عَلَى مُحَمَّدٍ وَآلِ مُحَمَّدٍ، وَاَنْ تَجْعَلَ اسْمِي فِي هَذِهِ اللَّيْلَةِ فِي السُّعَدَاءِ، وَرُوْحِي مَعَ الشُّهَدَاءِ، وَاِحْسَانِي فِي عِلِّيِّيْنَ، وَاِسَاءَتِي مَغْفُورَةً، وَاَنْ تَهَبَ لِي يَقِيْنَاً تُبَاشِرُ بِهِ قَلْبِي، وَاِيْمَاناً يُذْهِبُ الشَّكَّ عَنِّي، وَتُرْضِيَنِي بِمَا قَسَمْتَ لِي، وَآتِنَا فِي الدُّنْيا حَسَنَةً وَفِي اْلاَخِرَةِ حَسَنَةً، وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ الْحَرِيْقِ، وَارْزُقْنِي فِيْهَا ذِكْرَكَ وَشُكْرَكَ، وَالرَّغْبَةَ اِلَيْكَ وَاْلاِنَابَهَ وَالتَّوْفِيْقَ لِمَا وَفَّقْتَ لَهُ مُحَمَّداً وآلَ مُحَمَّدٍ عَلَيْهِ وَعَلَيْهِمُ السَّلاَمُ .
Bismillâhir Rahmânir Rahîm
Allâhumma shalli ‘alâ Muhammad wa âli Muhammad

Yâ Sâlikhan nahâri minal layli faidzan nahnu muzhlimûna wa mujrisy syamsi limustaqarrihâ bitaqdîka, yâ ‘âzîzu yâ ‘alîm, wa muqaddiral qamari manâzila hatta ‘âda kal’urjûnil qadîm, yâ nûra kulli nûr, wa muntahâ kulli raghbah wa waliyya kulli ni’mah. Yâ Allâhu yâ Rahmân, yâ Allâhu yâ Quddûs, yâ Ahadu yâ Wâhid, yâ Fardu yâ Allâhu yâ Allâhu yâ Allâhu. Lakal asmâul husnâ, wal amtsâlul ‘ulyâ, wal kibriyâu wal alâu. As-aluka an tushalliya ‘alâ Muhammadin wa ahli baytihi, wa an taj’ala ismî fî hâdzihil laylah fis su’âdâ’, wa rûhî ma’asy syuhadâ’, wa ihsânî fi ‘illiyyîn, wa isâatî maghfûrah, wa an tahabalî yaqînan tubâsyiru bihi qalbî, wa îmânan yudzhibusy syakka ‘annî, wa turdhiyanî bimâ qasamtalî, wa âtinâ fid dun-yâ hasanah wa fil âkhirati hasanah wa qinâ ‘adzâban nâril harîq. Warzuqnî fîha dzikraka wa syukraka war raghbata ilayka wal inâbata wat-tawbata wat-tawfîqa lima waffaqta lahu Muhammadan wa âla Muhammad ‘alayhimus salâm.

Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang
Ya Allah, sampaikan shalawat kepada Rasulullah dan keluarganya

Wahai Yang Mengeluarkan siang dari malam ketika kami berada dalam kegelapan, Yang Mengedarkan matahari di tempat peredarannya dengan ketentuan-Mu. Wahai Yang Maha Mulia, wahai Yang Maha Mengetahui, Yang Menentukan bulan berada pada manazil-manazilnya sampai kembali seperti dandan yang tua. Wahai Cahaya dari semua cahaya, Puncak semua harapan, Pemilik semua kenikmatan. Ya Allah, wahai Yang Maha Pengasih. Ya Allah, wahai Yang Maha Suci, wahai Yang Maha Esa, wahai Yang Maha Tunggal. Ya Allah, ya Allah, ya Allah.

Bagi-Mu nama-nama yang terbaik, perumpamaan yang tinggi, keagungan dan karunia. Aku memohon kepada-Mu sampaikan shalawat kepada Muhammad dan keluarga Muhammad. Jadikan namaku malam berada dalam golongan orang-orang yang bahagia, ruhku bersama para syuhada’,  kebaikanku dalam golongan orang-orang yang mulia, kejelekanku diampuni. Karuniakan padaku keyakinan yang menyejukkan hatiku, keimanan yang menghilangkan keraguan dariku. Jadikan aku ridha pada apa yang Kau bagikan padaku. Berikan pada kami kebaikan di dunia dan di akhirat. Selamatkan kami dari azab neraka yang membakar. Karuniakan padaku di dalamnya zikir-Mu dan bersyukur pada-Mu, harapan pada-Mu, kembali dan bertaubat pada-Mu,  bimbingan yang Engkau bimbingkan pada Muhammad dan keluarga Muhammad, semoga salam senantiasa tercurahkan pada mereka.
(Mafâtihul Jinân: bab 2, pasal 3)

 

Doa Malam Ke 23 Ramadhan

Ada di dalam Amalan dan Doa di Malam-malam Al-Qadar

Doa Malam Ke 24 Ramadhan


بسم الله الرحمن الرحيم
اللهم صل على محمد وآل محمد
يَا فَالِقَ اْلاِصْبَاحِ، وَجَاعِلَ اللَّيْلِ سَكَناً، وَالشَّمْسِ وَالْقَمَرِ حُسْبَاناً، يَا عَزِيْزُ يَا عَلِيْمُ، يَا ذَا اْلمَنِّ وَالطَّوْلِ، وَالْقُوَّةِ وَالْحَوْلِ، وَالْفَضْلِ وَاْلاِنْعَامِ، وَالْجَلاَلِ وَاْلاِكْرَامِ، يَا اَللهُ يَا رَحْمَنُ، يَا اَللهُ يَا فَرْدُ يَا وِتْرُ، يَا اَللهُ يَا ظَاهِرُ يَا بَاطِنُ، يَا حَيُّ لاَ اِلَهَ إلاَّ اَنْتَ، لَكَ اْلاَسْمَاءُ الْحُسْنَى، وَاْلاَمْثَالُ الْعُلْيَا، وَالْكِبْرِيَاءُ وَاْلاَلاَءُ، اَسْاَلُكَ اَنْ تُصَلِّيَ عَلَى مُحَمَّدٍ وَآلِ مُحَمَّدٍ، وَاَنْ تَجْعَلَ اسْمِي فِي هَذِهِ اللَّيْلَةِ فِي السُّعَدَاءِ، وَرُوْحِي مَعَ الشُّهَدَاءِ، وَاِحْسَانِي فِي عِلِّيِّيْنَ، وَاِسَاءَتِي مَغْفُورَةً، وَاَنْ تَهَبَ لِي يَقِيْنَاً تُبَاشِرُ بِهِ قَلْبِي، وَاِيْمَاناً يُذْهِبُ الشَّكَّ عَنِّي، وَرِضىً بِمَا قَسَمْتَ لِي، وَآتِنَا فِي الدُّنْيا حَسَنَةً وَفِي اْلاَخِرَةِ حَسَنَةً، وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ الْحَرِيْقِ، وَارْزُقْنِي فِيْهَا ذِكْرَكَ وَشُكْرَكَ، وَالرَّغْبَةَ اِلَيْكَ وَاْلاِنَابَهَ وَالتَّوْفِيْقَ لِمَا وَفَّقْتَ لَهُ مُحَمَّداً وآلَ مُحَمَّدٍ صَلَواتُكَ عَلَيْهِ وَعَلَيْهِمُ السَّلاَمُ .
Bismillâhir Rahmânir Rahîm
Allâhumma shalli ‘alâ Muhammad wa âli Muhammad

Yâ Fâliqal ishbâh, wa Jâ’ilal layli sakanâ, wasy syamsi wal qamari husbânâ, yâ ‘Azîzu yâ ‘Alîm, yâ Dzal manni wath-thawli, wal quwwati wal hawli, wal fashli wal in’âm, wal jalâli wal ikrâm. Yâ Allâhu yâ Rahmân, yâ Allâhu yâ Fardu yâ Witru, yâ Allâhu yâ Zhâhiru yâ Bâthin, yâ Hayyu lâ ilâha illâ Anta. Lakal asmâul husnâ, wal amtsâlul ‘ulyâ, wal kibriyâu wal âlâu. As-aluka an tushalliya ‘alâ Muhammadin wa âli Muhammad, wa an taj’ala ismî fî hâdzihil laylah fis su’adâ’, wa rûhî ma’asy syuhadâ’, wa ihsânî fî ‘illiyyîn, wa isâatî maghfûrah. Wa an tahabalî yaqînan tubâsyiru bihi qalbî, wa îmânan yudzhibusy syakka ‘annî, wa ridhan bimâ qasamtalî, wa âtinâ fid dun-yâ hasanah wa fil âkhirati hasanah wa qinâ ‘adzâban nâril harîq. Warzuqnî fîha dzikraka wa syukraka war raghbata ilayka wal inâbata wat-tawbata wat-tawfîqa lima waffaqta lahu Muhammadan wa âla Muhammad shalawâtuka ‘alayhi wa ‘alayhim.

Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang
Ya Allah, sampaikan shalawat kepada Rasulullah dan keluarganya

Wahai Yang Menerbitkan fajar
Yang Menjadikan malam waktu istirahat
Yang Menjadikan matahari dan bulan memiliki perhitungan
Wahai Yang Maha Mulia dan Maha Mengetahui
Wahai Yang Memiliki karunia dan anugerah, kekuatan dan daya, karunia dan kenikmatan, keagungan dan kemuliaan.

Ya Allah, wahai Yang Maha Pengasih
Ya Allah, wahai Yang Sendirian , wahai Yang Maha Tunggal
Ya Allah, wahai Yang Nampak, wahai Yang Tak Nampak
Wahai Yang Hidup, tiada Tuhan kecuali Engkau
 Milik-Mu nama-nama yang terbaik, perumpamaan yang tinggi, keagungan dan kenikmatan.

Aku bermohon pada-Mu, sampaikan shalawat kepada Muhammad dan keluarga Muhammad Jadikan namaku malam ini berada dalam golongan orang-orang yang bahagia, ruhku bersama para syuhada’, kebaikanku berada dalam golongan orang-orang yang mulia, dan kejelekanku diampuni.
Karuniakan padaku keyakinan yang menyejukkan hatiku, keimanan yang menghilangkan keraguan dariku, ridha terhadap apa yang Kau bagikan padaku. Berikan pada kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat. Selamatkan kami dari azab neraka yang membakar. Karuniakan padaku malam ini agar selalu mengingat-Mu, bersyukur dan berharap pada-Mu, kembali dan bertaubat pada-Mu. Anugrahkan padaku bimbingan yang Engkau  karunikan kepada Muhammad dan keluarga Muhammad (semoga shalawat-Mu tercurahkan padanya dan pada mereka). (Mafâtihul Jinân: bab 2, pasal 3)


Doa Malam Ke 25 Ramadhan


بسم الله الرحمن الرحيم
اللهم صل على محمد وآل محمد
يَا جَاعِلَ اللَّيْلِ لِبَاساً، وَالنَّهَارِ مَعَاشاً، وَاْلاَرْضِ مِهَاداً، وَالْجِبَالِ اَوْتَاداً، يَا اَللهُ يَا قَاهِرُ، يا اَللهُ يَا جَبَّارُ، يَا اَللهُ يَا سَمِيْعُ، يَا اَللهُ يَا قَرِيْبُ، يَا اَللهُ يَا مُجِيْبُ،، يَا اَللهُ يَا اَللهُ يَا اَللهُ، لَكَ اْلاَسْمَاءُ الْحُسْنَى، وَاْلاَمْثَالُ الْعُلْيَا، وَالْكِبْرِيَاءُ وَاْلاَلاَءُ، اَسْاَلُكَ اَنْ تُصَلِّيَ عَلَى مُحَمَّدٍ وَآلِ مُحَمَّدٍ، وَاَنْ تَجْعَلَ اسْمِي فِي هَذِهِ اللَّيْلَةِ فِي السُّعَدَاءِ، وَرُوْحِي مَعَ الشُّهَدَاءِ، وَاِحْسَانِي فِي عِلِّيِّيْنَ، وَاِسَاءَتِي مَغْفُورَةً، وَاَنْ تَهَبَ لِي يَقِيْنَاً تُبَاشِرُ بِهِ قَلْبِي، وَاِيْمَاناً يُذْهِبُ الشَّكَّ عَنِّي، وَرِضىً بِمَا قَسَمْتَ لِي، وَآتِنَا فِي الدُّنْيا حَسَنَةً وَفِي اْلاَخِرَةِ حَسَنَةً، وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ الْحَرِيْقِ، وَارْزُقْنِي فِيْهَا ذِكْرَكَ وَشُكْرَكَ، وَالرَّغْبَةَ اِلَيْكَ وَاْلاِنَابَهَ وَالتَّوْفِيْقَ لِمَا وَفَّقْتَ لَهُ مُحَمَّداً وآلَ مُحَمَّدٍ َعَلَيْهِمُ السَّلاَمُ .
Bismillâhir Rahmânir Rahîm
Allâhumma shalli ‘alâ Muhammad wa âli Muhammad

Yâ Jâ’ilal layli libâsâ, wan nahâri ma’âsyâ, wal ardhi mihâdâ, wal jibâli awtâdâ. Yâ Allâhu yâ Qarîb, yâ Allâhu yâ Mujîb, yâ Allâhu yâ Allâhu yâ Allâh. Lakal asmâul husnâ, wal amtsâlul ‘ulyâ, wal kibriyâu wal alâu. As-aluka an tushalliya ‘alâ Muhammadin wa ahli baytihi, wa an taj’ala ismî fî hâdzihil laylah fis su’âdâ’, wa rûhî ma’asy syuhadâ’, wa ihsânî fi ‘illiyyîn, wa isâatî maghfûrah, wa an tahabalî yaqînan tubâsyiru bihi qalbî, wa îmânan yudzhibusy syakka ‘annî, wa ridhan bimâ qasamtalî, wa âtinâ fid dun-yâ hasanah wa fil âkhirati hasanah wa qinâ ‘adzâban nâril harîq. Warzuqnî fîha dzikraka wa syukraka war raghbata ilayka wal inâbata wat-tawbata wat-tawfîqa lima waffaqta lahu Muhammadan wa âla Muhammad ‘alayhimus salâm.

Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang
Ya Allah, sampaikan shalawat kepada Rasulullah dan keluarganya

Wahai Yang Menjadikan malam waktu istirahat, siang waktu berusaha, bumi terhampar, gunung-gunung terpancang.Ya Allah, wahai Yang Maha Perkasa,Ya Allah, wahai Yang Maha Memaksa,Ya Allah, wahai Yang Maha Mendengar, Ya Allah, wahai Yang Maha Dekat, Ya Allah, wahai Yang Maha Mengijabah doa. Ya Allah, ya Allah, ya Allah, bagi-Mu, nama-nama yang terbaik, perumpamaan yang tinggi, keagungan dan kenikmatan.

Aku memohon pada-Mu, sampaikan shalawat kepada Muhammad dan keluarga Muhammad,
jadikan namaku malam ini berada dalam golongan orang-orang yang bahagia, ruhku bersama para syuhada’, kebaikanku berada dalam golongan orang-orang yang mulia, kejelekanku diampuni.

Karuniakan padaku keyakinan yang menyejukkan hatiku, keimanan yang menghilangkan keraguan dariku, ridha pada apa yang Kau bagikan padaku. Berikan pada kami kebaikan dunia dan kebaikan akhirat. Selamatkan kami dari azab neraka yang membakar. Karuniakan padaku di dalamnya untuk selalu mengingat-Mu dan bersyukur pada-Mu, berharap pada-Mu, kembali dan bertaubat pada-Mu,
dan bimbingan yang Engkau karunikan kepada Muhammad dan keluarga Muhammad  ‘alayhimus salâm. (Mafâtihul Jinân: bab 2, pasal 3)


Doa Malam Ke 26 Ramadhan


بسم الله الرحمن الرحيم
اللهم صل على محمد وآل محمد
يَا جَاعِلَ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ آيتَيْنِ، يَا مَنْ مَحَا آيَةَ اللَّيْلِ وَجَعَلَ آيَةَ النَّهَارِ مُبْصِرَةً لِتَبْتَغُوا فَضْلاً مِنْهُ وَرِضْوَاناً، يَا مُفَصِّلَ كُلِّ شَيْءٍ تَفْصِيْلاً، يَا مَاجِدُ يَا وَهَّابُ، يَا اَللهُ يَا جَوَادُ، يَا اَللهُ يَا اَللهُ يَا اَللهُ لَكَ اْلاَسْمَاءُ الْحُسْنَى، وَاْلاَمْثَالُ الْعُلْيَا، وَالْكِبْرِيَاءُ وَاْلاَلاَءُ، اَسْاَلُكَ اَنْ تُصَلِّيَ عَلَى مُحَمَّدٍ وَآلِ مُحَمَّدٍ، وَاَنْ تَجْعَلَ اسْمِي فِي هَذِهِ اللَّيْلَةِ فِي السُّعَدَاءِ، وَرُوْحِي مَعَ الشُّهَدَاءِ، وَاِحْسَانِي فِي عِلِّيِّيْنَ، وَاِسَاءَتِي مَغْفُورَةً، وَاَنْ تَهَبَ لِي يَقِيْنَاً تُبَاشِرُ بِهِ قَلْبِي، وَاِيْمَاناً يُذْهِبُ الشَّكَّ عَنِّي، وَتُرْضِيَنِي بِمَا قَسَمْتَ لِي، وَآتِنَا فِي الدُّنْيا حَسَنَةً وَفِي اْلاَخِرَةِ حَسَنَةً، وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ الْحَرِيْقِ، وَارْزُقْنِي فِيْهَا ذِكْرَكَ وَشُكْرَكَ، وَالرَّغْبَةَ اِلَيْكَ وَاْلاِنَابَهَ وَالتَّوْفِيْقَ لِمَا وَفَّقْتَ لَهُ مُحَمَّداً وآلَ مُحَمَّدٍ عَلَيْهِ وَعَلَيْهِمُ السَّلاَم.ُ
Bismillâhir Rahmânir Rahîm
Allâhumma shalli ‘alâ Muhammad wa âli Muhammad

Yâ Jâ’ilal layli wan nahâri âyatayn, yâ Man mahâ âyatal layli wa ja’ala âyatan nahâri mubshiratan fadhlam minhu wa ridhwânâ. Yâ Mufashshila kulli syay-in tafshîlâ, yâ Mâjidu yâ Wahhâb, yâ Allâhu yâ Jawâd, yâ Allâhu yâ Allâhu yâ Allâh. Lakal asmâul husnâ, wal amtsâlul ‘ulyâ, wal kibriyâu wal alâu. As-aluka an tushalliya ‘alâ Muhammadin wa ahli baytihi, wa an taj’ala ismî fî hâdzihil laylah fis su’âdâ’, wa rûhî ma’asy syuhadâ’, wa ihsânî fi ‘illiyyîn, wa isâatî maghfûrah, wa an tahabalî yaqînan tubâsyiru bihi qalbî, wa îmânan yudzhibusy syakka ‘annî, wa turdhiyanî bimâ qasamtalî, wa âtinâ fid dun-yâ hasanah wa fil âkhirati hasanah wa qinâ ‘adzâban nâril harîq. Warzuqnî fîha dzikraka wa syukraka war raghbata ilayka wal inâbata wat-tawbata wat-tawfîqa lima waffaqta lahu Muhammadan wa âla Muhammad shallallâhu ‘alayhi wa ‘alayhimus salâm.

Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang
Ya Allah, sampaikan shalawat kepada Rasulullah dan keluarganya

Wahai Yang Menjadikan siang dan malam tanda-tanda kekuasaan-Nya.
Wahai Yang Menghilangkan tanda-tanda malam, dan menjadikan tanda-tanda siang terlihat untuk memperoleh karunia dan keridhaan dari-Nya.
Wahai Yang Memisahkan segala sesuatu dengan pemisahan yang sempurna.
Wahai Yang Maha Dermawan, wahai Yang Maha Memberi.
Ya Allah, wahai Yang Maha Dermawan.
Ya Allah, ya Allah, ya Allah bagi-Mu nama-nama yang terbaik, perumpamaan yang tinggi, keagungan dan karunia.

Aku memohon kepada-Mu, sampaikan shalawat kepada Muhammad dan keluarga Muhammad. Jadikan namaku malam berada dalam golongan orang-orang yang bahagia, ruhku bersama para syuhada’, kebaikanku berada dalam golongan orang-orang yang mulia, dan kejelekanku diampuni.

Anugerahkan padaku keyakinan yang menyejukkan hatiku, keimanan yang menghilangkan keraguan dariku. Jadikan daku orang yang ridha pada apa pembagian-Mu. Berikan pada kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat. Selamatkan kami dari azab neraka yang membakar.
Karuniakan padaku di dalamnya untuk selalu mengingat-Mu dan bersyukur pada-Mu, berharap pada-Mu, kembali dan bertaubat pada-Mu, dan bimbingan yang Kau karunikan kepada Muhammad dan keluarga Muhammad, semoga kedamaian tercurahkan kepada mereka. (Mafâtihul Jinân: bab 2, pasal 3)


Doa Malam ke 27 Ramadhan


بسم الله الرحمن الرحيم
اللهم صل على محمد وآل محمد
يَا مَادَّ الظِّلِّ وَلَوْ شِئْتَ لَجَعَلْتَهُ سَاكِناً، وَجَعَلْتَ الشَّمْسَ عَلَيْهِ دَلِيْلاً ثُمَّ قَبَضْتَهُ اِلَيْكَ قَبْضًا يَسِيْراً، يَا ذَالْجُودِ وَالطَّوْلِ وَالْكِبْرِيَاءِ وَاْلاَلاَءِ، لاَ اِلَهَ إلاَّ اَنْتَ عَالِمُ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ الرَّحْمَنُ الرَّحِيْمُ، لاَ إلَهَ إلاََّ اَنْتَ يَا قُدُّوْسُ يَا سَلاَمُ يَا مُؤْمِنُ يَامُهَيْمِنُ يَا عَزِيْزُ يَاجَبَّارُ يَا مُتَكَبِّرُ يَا اَللهُ يَا خَالِقُ يَا بَارِئُ يَا مُصَوِّرُ، يَا اَللهُ يَا اَللهُ يَا اَللهُ لَكَ اْلاَسْمَاءُ الْحُسْنَى، وَاْلاَمْثَالُ الْعُلْيَا، وَالْكِبْرِيَاءُ وَاْلاَلاَءُ، اَسْاَلُكَ اَنْ تُصَلِّيَ عَلَى مُحَمَّدٍ وَآلِ مُحَمَّدٍ، وَاَنْ تَجْعَلَ اسْمِي فِي هَذِهِ اللَّيْلَةِ فِي السُّعَدَاءِ، وَرُوْحِي مَعَ الشُّهَدَاءِ، وَاِحْسَانِي فِي عِلِّيِّيْنَ، وَاِسَاءَتِي مَغْفُورَةً، وَاَنْ تَهَبَ لِي يَقِيْنَاً تُبَاشِرُ بِهِ قَلْبِي، وَاِيْمَاناً يُذْهِبُ الشَّكَّ عَنِّي، وَتُرْضِيَنِي بِمَا قَسَمْتَ لِي، وَآتِنَا فِي الدُّنْيا حَسَنَةً وَفِي اْلاَخِرَةِ حَسَنَةً، وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ الْحَرِيْقِ، وَارْزُقْنِي فِيْهَا ذِكْرَكَ وَشُكْرَكَ، وَالرَّغْبَةَ اِلَيْكَ وَاْلاِنَابَهَ وَالتَّوْفِيْقَ لِمَا وَفَّقْتَ لَهُ مُحَمَّداً وآلَ مُحَمَّدٍ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَيْهِمُ السَّلاَمُ .
Bismillâhir Rahmânir Rahîm
Allâhumma shalli ‘alâ Muhammad wa âli Muhammad

Yâ Mâddazh zhilli wa law syi’ta laja’altahu sâkinâ, wa ja’altasy syamsa ‘alayhi dalîlan tsumma qabadhtahu ilayka qabdhan yasîrâ. Yâ Dzal jûdi wath thawli wal kibriyâi wal âlâ’, lâ ilâha illâ Anta ‘âlimul ghaybi wasy syahâdah Ar-Rahmânur Rahîm, lâ ilâha illâ Anta yâ Quddûsu yâ Salâm, yâ Mu’minu yâ Muhaymin, yâ ‘Azîzu yâ Jabbâru yâ Mutakabbir, yâ Allâhu Khâliqu yâ Bâriu yâ Mushawwir, yâ Allâhu yâ Allâhu yâ Allâh. Lakal asmâul husnâ, wal amtsâlul ‘ulyâ, wal kibriyâu wal alâu. As-aluka an tushalliya ‘alâ Muhammadin wa ahli baytihi, wa an taj’ala ismî fî hâdzihil laylah fis su’âdâ’, wa rûhî ma’asy syuhadâ’, wa ihsânî fi ‘illiyyîn, wa isâatî maghfûrah, wa an tahabalî yaqînan tubâsyiru bihi qalbî, wa îmânan yudzhibusy syakka ‘annî, wa turdhiyanî bimâ qasamtalî, wa âtinâ fid dun-yâ hasanah wa fil âkhirati hasanah wa qinâ ‘adzâban nâril harîq. Warzuqnî fîha dzikraka wa syukraka war raghbata ilayka wal inâbata wat-tawbata wat-tawfîqa lima waffaqta lahu Muhammadan wa âla Muhammad shallallâhu ‘alayhi wa ‘alayhim.

Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang
Ya Allah, sampaikan shalawat kepada Rasulullah dan keluarganya

Wahai Yang Memperpanjang naungan-Nya. Sekiranya Engkau menghendaki pasti Kau jadikan ia tempat yang damai, Kau jadikan matahari petunjuk atasnya, lalu Kau mencabutnya dengan genggaman yang mudah.

Wahai Pemiliki kedermawanan dan karunia, keagungan dan kenikmatan. Tiada Tuhan kecuali Engkau Yang Maha Mengetahui keghaiban dan kenyataan, Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang.Tiada Tuhan kecuali Engkau. Wahai Yang Quddus, wahai Yang Maha Damai,
wahai Yang Memberi rasa aman, wahai Yang Memberi keamanan, wahai Yang Maha Perkasa, wahai Yang Maha Memaksa.

Ya Allah, wahai Yang Menciptakan, wahai Yang Membuat, wahai Yang Menjadikan
Ya Allah, ya Allah, ya Allah bagi-Mu nama-nama yang terbaik, perumpamaan yang tinggi, keagungan dan kenikmatan.

Aku memohon kepada-Mu, sampaikan shalawat kepada Muhammad dan keluarga Muhammad,  jadikan namaku malam berada dalam golongan orang-orang yang bahagia, ruhku bersama para syuhada’, kebaikanku berada dalam golongan orang-orang yang mulia, kejelekanku diampuni.
Anugerahkan padaku keyakinan yang menyejukkan hatiku, keimanan yang menghilangkan keraguan dariku, dan Kau jadikan aku ridha pada pembagian-Mu. Berikan pada kami kebaikan dunia dan kebaikan akhirat. Selamatkan kami dari azab neraka yang membakar. Karuniakan padaku di dalamnya untuk selalu mengingat-Mu dan bersyukur pada-Mu, berharap pada-Mu, kembali dan bertaubat pada-Mu, dan bimbingan yang Kau karunikan pada Muhammad dan keluarga Muhammad, semoga kedamaian tercurahkan pada mereka.
(Mafâtihul Jinân: bab 2, pasal 3)

    

Doa Malam Ke 28 Ramadhan

بسم الله الرحمن الرحيم
اللهم صل على محمد وآل محمد
يَا خَازِنَ اللَّيْلِ فِي الْهَوَاءِ، وَخَازِنَ النُّورِ فِي السَّمَاءِ، وَمَانِعَ السَّمَاءِ أَنْ تَقَعَ عَلَى اْلاَرْضِ إلاَّ بِاِذْنِهِ وَحَابِسَهُمَا اَنْ تَزُولاَ، يَا عَلِيْمُ يَا عَظِيْمُ، يَا غَفُورُ يَا دَائِمُ، يَا اَللهُ يَا وَارِثُ، يَا بَاعِثَ مَنْ فِي الْقُبُورِ، يَا اَللهُ يَا اَللهُ يَا اَللهُ لَكَ اْلاَسْمَاءُ الْحُسْنَى، وَاْلاَمْثَالُ الْعُلْيَا، وَالْكِبْرِيَاءُ وَاْلاَلاَءُ، اَسْاَلُكَ اَنْ تُصَلِّيَ عَلَى مُحَمَّدٍ وَآلِ مُحَمَّدٍ، وَاَنْ تَجْعَلَ اسْمِي فِي هَذِهِ اللَّيْلَةِ فِي السُّعَدَاءِ، وَرُوْحِي مَعَ الشُّهَدَاءِ، وَاِحْسَانِي فِي عِلِّيِّيْنَ، وَاِسَاءَتِي مَغْفُورَةً، وَاَنْ تَهَبَ لِي يَقِيْنَاً تُبَاشِرُ بِهِ قَلْبِي، وَاِيْمَاناً يُذْهِبُ الشَّكَّ عَنِّي، وَتُرْضِيَنِي بِمَا قَسَمْتَ لِي، وَآتِنَا فِي الدُّنْيا حَسَنَةً وَفِي اْلاَخِرَةِ حَسَنَةً، وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ الْحَرِيْقِ، وَارْزُقْنِي فِيْهَا ذِكْرَكَ وَشُكْرَكَ، وَالرَّغْبَةَ اِلَيْكَ وَاْلاِنَابَهَ وَالتَّوْفِيْقَ لِمَا وَفَّقْتَ لَهُ مُحَمَّداً وآلَ مُحَمَّدٍ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَيْهِمُ السَّلاَمُ .

Bismillâhir Rahmânir Rahîm
Allâhumma shalli ‘alâ Muhammad wa âli Muhammad

Yâ Khâzinal layli fil hawâ’, wa Khâzinan nûri fis samâ’, wa Mâni’as samâi an taqa’a ‘alal ardhi illâ bi-idznihi wa hâbisahu an tazûlâ. Yâ ‘Alîmu yâ ‘Azhîm, yâ Ghafûru yâ Dâim, yâ Allâhu yâ Wârits, yâ Bâ’itsu man fil qubûr, yâ Allâhu yâ Allâhu yâ Allâh. Lakal asmâul husnâ, wal amtsâlul ‘ulyâ, wal kibriyâu wal alâu. As-aluka an tushalliya ‘alâ Muhammadin wa ahli baytihi, wa an taj’ala ismî fî hâdzihil laylah fis su’âdâ’, wa rûhî ma’asy syuhadâ’, wa ihsânî fi ‘illiyyîn, wa isâatî maghfûrah, wa an tahabalî yaqînan tubâsyiru bihi qalbî, wa îmânan yudzhibusy syakka ‘annî, wa turdhiyanî bimâ qasamtalî, wa âtinâ fid dun-yâ hasanah wa fil âkhirati hasanah wa qinâ ‘adzâban nâril harîq. Warzuqnî fîha dzikraka wa syukraka war raghbata ilayka wal inâbata wat-tawbata wat-tawfîqa lima waffaqta lahu Muhammadan wa âla Muhammad shallallâhu ‘alayhi wa ‘alayhim.

Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang
Ya Allah, sampaikan shalawat kepada Rasulullah dan keluarganya

Wahai Yang Menyimpan malam di udara, Yang Menyimpan cahaya di langit, Yang Menahan langit agar tidak jatuh ke bumi, dan Menjaganya agar tidak runtuh dengan izin-Nya. Wahai Yang Maha Mengetahui, wahai Yang Maha Agung, wahai Yang Maha Pengampun, wahai Yang Kekal Abadi. Ya Allah, wahai Yang Mewariskan, wahai Yang Membangkitkan manusia dari kuburnya.

Ya Allah, ya Allah, ya Allah bagi-Mu nama-nama yang terbaik, perumpamaan yang tinggi, keagungan dan kenikmatan.

Aku memohon kepada-Mu, sampaikan shalawat kepada Muhammad dan keluarga Muhammad. Jadikan namaku malam berada dalam golongan orang-orang yang bahagia, ruhku bersama para syuhada’, kebaikanku berada dalam golongan orang-orang yang mulia, dan kejelekanku diampuni.

Anugerahkan padaku keyakinan yang menyejukkan hatiku, keimanan yang menghilangkan keraguan dariku. Jadikan daku orang yang ridha pada apa pembagian-Mu. Berikan pada kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat. Selamatkan kami dari azab neraka yang membakar.
Karuniakan padaku di dalamnya untuk selalu mengingat-Mu dan bersyukur pada-Mu, berharap pada-Mu, kembali dan bertaubat pada-Mu, dan bimbingan yang Kau karunikan kepada Muhammad dan keluarga Muhammad, semoga shalawat senantiasa tercurahkan kepada mereka. (Mafâtihul Jinân: bab 2, pasal 3)


Doa Malam Ke 29 Ramadhan

بسم الله الرحمن الرحيم
اللهم صل على محمد وآل محمد
يَا مُكَوِّرَ اللَّيْلِ عَلَى النَّهَارِ، وَمُكَوِّرَ النَّهَارِ عَلَى اللَّيْلِ، يَا عَلِيْمُ يَا حَكِيْمُ يَا رَبَّ اْلاَرْبَابِ وَسَيِّدَ السَّادَاتِ، لاَ اِلَهَ إلاَّ اَنْتَ يَا اَقْرَبَ اِلَيَّ مِنْ حَبْلِ الْوَرِيْدِ، يَا اَللهُ يَا اَللهُ يَا اَللهُ لَكَ اْلاَسْمَاءُ الْحُسْنَى، وَاْلاَمْثَالُ الْعُلْيَا، وَالْكِبْرِيَاءُ وَاْلاَلاَءُ، اَسْاَلُكَ اَنْ تُصَلِّيَ عَلَى مُحَمَّدٍ وَآلِ مُحَمَّدٍ، وَاَنْ تَجْعَلَ اسْمِي فِي هَذِهِ اللَّيْلَةِ فِي السُّعَدَاءِ، وَرُوْحِي مَعَ الشُّهَدَاءِ، وَاِحْسَانِي فِي عِلِّيِّيْنَ، وَاِسَاءَتِي مَغْفُورَةً، وَاَنْ تَهَبَ لِي يَقِيْنَاً تُبَاشِرُ بِهِ قَلْبِي، وَاِيْمَاناً يُذْهِبُ الشَّكَّ عَنِّي، وَتُرْضِيَنِي بِمَا قَسَمْتَ لِي، وَآتِنَا فِي الدُّنْيا حَسَنَةً وَفِي اْلاَخِرَةِ حَسَنَةً، وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ الْحَرِيْقِ، وَارْزُقْنِي فِيْهَا ذِكْرَكَ وَشُكْرَكَ، وَالرَّغْبَةَ اِلَيْكَ وَاْلاِنَابَهَ وَالتَّوْفِيْقَ لِمَا وَفَّقْتَ لَهُ مُحَمَّداً وآلَ مُحَمَّدٍ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَيْهِمُ السَّلاَمُ .

Bismillâhir Rahmânir Rahîm
Allâhumma shalli ‘alâ Muhammad wa âli Muhammad

Yâ Mukawwiral layli ‘alan nahâr, wa Mukawwiran nahâri ‘alal layli, yâ ‘Alîmu yâ Hakîm, yâ Rabbal arbâbi wa Sayyidas sadât, lâ ilâha illâ Anta, yâ Aqraba ilayya min hablil warîd,
yâ Allâhu yâ Allâhu yâ Allâh. Lakal asmâul husnâ, wal amtsâlul ‘ulyâ, wal kibriyâu wal alâu. As-aluka an tushalliya ‘alâ Muhammadin wa ahli baytihi, wa an taj’ala ismî fî hâdzihil laylah fis su’âdâ’, wa rûhî ma’asy syuhadâ’, wa ihsânî fi ‘illiyyîn, wa isâatî maghfûrah, wa an tahabalî yaqînan tubâsyiru bihi qalbî, wa îmânan yudzhibusy syakka ‘annî, wa turdhiyanî bimâ qasamtalî, wa âtinâ fid dun-yâ hasanah wa fil âkhirati hasanah wa qinâ ‘adzâban nâril harîq. Warzuqnî fîha dzikraka wa syukraka war raghbata ilayka wal inâbata wat-tawbata wat-tawfîqa lima waffaqta lahu Muhammadan wa âla Muhammad shallallâhu ‘alayhi wa ‘alayhim.

Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang
Ya Allah, sampaikan shalawat kepada Rasulullah dan keluarganya

Wahai Yang Memasukkan malam pada siang, Yang Memasukkan siang pada malam, wahai Yang Maha Mengetahui, wahai Maha Bijaksana, wahai Tuhan dari segala yang dituhankan, Penghulu dari semua penghulu. Tiada Tuhan kecuali Engkau, wahai Yang Lebih Dekat padaku dari urat nadiku.

Ya Allah, ya Allah, ya Allah bagi-Mu nama-nama yang terbaik, perumpamaan yang tinggi, keagungan dan kenikmatan.

Aku memohon kepada-Mu, sampaikan shalawat kepada Muhammad dan keluarga Muhammad. Jadikan namaku malam ini berada dalam golongan orang-orang yang bahagia, ruhku bersama para syuhada’, kebaikanku berada dalam golongan orang-orang yang mulia, dan kejelekanku diampuni.

Anugerahkan padaku keyakinan yang menyejukkan hatiku, keimanan yang menghilangkan keraguan dariku. Jadikan daku orang yang ridha pada apa yang telah Kau bagikan. Berikan pada kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat. Selamatkan kami dari azab neraka yang membakar.

Karuniakan padaku di dalamnya untuk selalu mengingat-Mu,  bersyukur pada-Mu dan berharap pada-Mu, kembali dan bertaubat pada-Mu, dan bimbingan yang Kau karunikan kepada Muhammad dan keluarga Muhammad, semoga shalawat senantiasa tercurahkan kepada mereka. (Mafâtihul Jinân: bab 2, pasal 3)

Doa Malam Ke 30 Ramadhan


بسم الله الرحمن الرحيم
اللهم صل على محمد وآل محمد
اَلْحَمْدُ للهِ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، الْحَمْدُ للهِ كَمَا يَنْبَغِي لِكَرَمِ وَجْهِهِ وَعِزِّ جَلاَلِهِ وَكَمَا هُوَ اَهْلُهُ، يَا قُدُّوسُ يَا نُورُ يَا نُورَ الْقُدْسِ، يَا سُبُّوحُ يَا مُنْتَهَى التَّسْبِيْحِ، يَا رَحْمَـنُ يَا فَاعِلَ الرَّحْمَةِ، يَا اللهُ يَا عَلِيْمُ يَا كَبِيْرُ، يَا اَللهُ يَا لَطِيْفُ يَا جَلِيْلُ، يَا اَللهُ يَا سَمِيْعُ يَا بَصِيْرُ، يَا اَللهُ يَا اَللهُ يَا اَللهُ لَكَ اْلاَسْمَاءُ الْحُسْنَى، وَاْلاَمْثَالُ الْعُلْيَا، وَالْكِبْرِيَاءُ وَاْلاَلاَءُ، اَسْاَلُكَ اَنْ تُصَلِّيَ عَلَى مُحَمَّدٍ وَآلِ مُحَمَّدٍ، وَاَنْ تَجْعَلَ اسْمِي فِي هَذِهِ اللَّيْلَةِ فِي السُّعَدَاءِ، وَرُوْحِي مَعَ الشُّهَدَاءِ، وَاِحْسَانِي فِي عِلِّيِّيْنَ، وَاِسَاءَتِي مَغْفُورَةً، وَاَنْ تَهَبَ لِي يَقِيْنَاً تُبَاشِرُ بِهِ قَلْبِي، وَاِيْمَاناً يُذْهِبُ الشَّكَّ عَنِّي، وَتُرْضِيَنِي بِمَا قَسَمْتَ لِي، وَآتِنَا فِي الدُّنْيا حَسَنَةً وَفِي اْلاَخِرَةِ حَسَنَةً، وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ الْحَرِيْقِ، وَارْزُقْنِي فِيْهَا ذِكْرَكَ وَشُكْرَكَ، وَالرَّغْبَةَ اِلَيْكَ وَاْلاِنَابَهَ وَالتَّوْفِيْقَ لِمَا وَفَّقْتَ لَهُ مُحَمَّداً وآلَ مُحَمَّدٍ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَيْهِمُ السَّلاَمُ .

Bismillâhir Rahmânir Rahîm
Allâhumma shalli ‘alâ Muhammad wa âli Muhammad

Alhamdulillâhi lâ syarîka lah, alhamdulillâhi kamâ yanbaghî likarami wajhihi wa ‘izzi jalâlihi wa kamâ  huwa ahluh, yâ Quddûsu yâ Nûru yâ Nûral qudsi, yâ Subbûhu yâ Muntahat tasbîh, yâ Rahmânu yâ Fâ’ilar rahmah, yâ Allâhu yâ ‘Alîm yâ Kabîr, yâ Allâhu yâ Lathîfu yâ Jalîl, yâ Allâhu yâ Samî’u yâ Bashîr, yâ Allâhu yâ Allâhu yâ Allâh. Lakal asmâul husnâ, wal amtsâlul ‘ulyâ, wal kibriyâu wal alâu. As-aluka an tushalliya ‘alâ Muhammadin wa ahli baytihi, wa an taj’ala ismî fî hâdzihil laylah fis su’âdâ’, wa rûhî ma’asy syuhadâ’, wa ihsânî fi ‘illiyyîn, wa isâatî maghfûrah, wa an tahabalî yaqînan tubâsyiru bihi qalbî, wa îmânan yudzhibusy syakka ‘annî, wa turdhiyanî bimâ qasamtalî, wa âtinâ fid dun-yâ hasanah wa fil âkhirati hasanah wa qinâ ‘adzâban nâril harîq. Warzuqnî fîha dzikraka wa syukraka war raghbata ilayka wal inâbata wat-tawbata wat-tawfîqa lima waffaqta lahu Muhammadan wa âla Muhammad shallallâhu ‘alayhi wa ‘alayhim.

Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang
Ya Allah, sampaikan shalawat kepada Rasulullah dan keluarganya

Segala puji bagi Allah, tiada sekutu bagi-Nya. Segala puji bagi Allah Yang Maha sebagaimana yang bagi-Nya kemuliaan wajah-Nya dan kemuliaan keagungan-Nya.

Wahai Yang Maha Quddus, wahai Nur, wahai Nur, wahai Cahaya kesucian, wahai Yang Maha Suci, wahai Puncak pensucian, wahai Yang Maha Pengasih, wahai Yang Menjadikan rahmat.Ya Allah, wahai Yang Maha Mengetahui, wahai Yang Maha Besar. Ya Allah, wahai Yang Maha Lembut, wahai Yang Maha Agung. Ya Allah, wahai Yang Maha Mendengar, wahai Yang Maha Melihat.

Ya Allah, ya Allah, ya Allah bagi-Mu nama-nama yang terbaik, perumpamaan yang tinggi, keagungan dan kenikmatan.

Aku memohon kepada-Mu, sampaikan shalawat kepada Muhammad dan keluarga Muhammad. Jadikan namaku malam ini berada dalam golongan orang-orang yang bahagia, ruhku bersama para syuhada’, kebaikanku berada dalam golongan orang-orang yang mulia, dan kejelekanku diampuni.

Anugerahkan padaku keyakinan yang menyejukkan hatiku, keimanan yang menghilangkan keraguan dariku. Jadikan daku orang yang ridha pada apa pembagian-Mu. Berikan pada kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat. Selamatkan kami dari azab neraka yang membakar.

Karuniakan padaku di dalamnya untuk selalu mengingat-Mu dan bersyukur pada-Mu, berharap pada-Mu, kembali dan bertaubat pada-Mu, dan bimbingan yang Kau karunikan kepada Muhammad dan keluarga Muhammad, semoga shalawat senantiasa tercurahkan kepada mereka.

Doa-doa tersebut bersumber dari Rasulullah saw dan Ahlul baitnya (sa).
(Mafâtihul Jinân: bab 2, pasal 3)

Wassalam

Memburu Sepuluh Hari Terakhir Ramadhan


Kita telah masuk pada penghujung bulan Ramadhan, berarti telah masuk pada sepertiga terakhir yang berisikan sepuluh atau barangkali hanya sembilan hari saja. Maha Benar Allah SWT ketika menyebutkan bahwa Tamu Agung Ramadhan hanyalah ayyaam ma’dudaat (beberapa hari yang telah ditentukan) cepat dan singkat, namun Ramadhan berisikan kemuliaan dan keberkahan yang luar biasa.
Kalangan ulama tafsir banyak yang menafsirkan ayat sumpah Allah SWT dalam surat al-Fajr bahwa layalin asyr (dan demi malam yang sepuluh) maksudnya adalah malam sepuluh terakhir bulan Ramadhan, walaupun banyak pula yang menafsirkan maksudnya adalah sepuluh malam bulan Dzulhijjah, ada pula yang mengatakan sepuluh hari pertama bulan Muharram, semua penafsiran bisa jadi benar, karena masing-masing mempunyai dalil-dalil yang mendukungnnya.
Pada hari-hari terakhir ini Baginda Nabi SAW bersiaga penuh mengisi malam-malamnya, sampai-sampai beliau mengasingkan diri dari isteri-isterinya, beriktikaf di dalam Masjid, beribadah dan bermunajat kepada Allah SWT, sebagai kesempatan akhir “ngalap berkah” bulan Ramadhan. Tak heran seperti diriwayatkan oleh istri beliau Sayidah Aisyah bahwa Rasul SAW bersungguh-sungguh dalam beribadat pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan yang tidak dilakukannya pada bulan-bulan yang lain.
Timbul pertanyaan mengapa demikian? Mengapa Nabi SAW mendorong umatnya untuk melipatgandakan ibadah dalam waktu tersebut? Jawabnya singkat, karena pada malam-malam bulan Ramadhan tersebut, terutama pada malam-malam yang ganjil terdapat malam Lailatul qadar, malam kemuliaan yang sangat istimewa yang semua orang berlomba memburunya, yaitu malam yang lebih baik dari seribu bulan, sebagai bonus hadiah Tuhan bagi orang yang ikhlas mengabdi kepada-Nya.
Lailatul qadar ibarat benda elok yang sangat indah namun langka, tak heran jika tak mudah meraihnya, karena mahal harga belinya. Malam kemuliaan tersebut hanya dapat dibeli dengan pengorbanan jiwa raga, dengan amalan-amalan ibadah yang telah dituntun oleh Agama sepertimelakukan qiyamullail, berpuasa sesuai tuntunan, tilawah dan tadarus Al-Quran dengan tadabbur, berdoa, zikir, memperbanyak istighfar, muhasabah diri, perbanyak sedekah serta amalan ma’ruf lainnya untuk diri sendiri, keluarga dan masyarakat pada umumnya.
Lailatul qadar dirahasiakan, jelas sesuatu yang mahal dan langka tentu dirahasiakan dan tidak diobral, agar umat semangat berlomba memburunya, dan agar ibadat tidak hanya dilakukan pada waktu tertentu saja, namun pengabdian haruslah langgeng terus dilakukan semasih hayat masih kandung badan.
Merugilah kita yang luput dari peningkatan ibadah pada hari-hari sepuluh terakhir ini. Kebahagiaan mukmin sebenarnya bukan hanya karena akan mendapatkan bonus pahala lailatul qadar dan sejenisnya, namun kebahagiaan mukmin adalah saat dirinya mengabdi, mohon ampun, berserah dan tunduk kepada pencipta-Nya, karena itulah nikmat besar yang tiada taranya!

Zakat Profesi


Pada zaman sekarang ini, sebagian orang mengadakan zakat baru yang disebut dengan zakat profesi, yaitu bila seorang pegawai negeri atau perusahaan yang memiliki gaji besar, maka ia diwajibkan untuk mengeluarkan 2,5 % dari gaji atau penghasilannya. Orang-orang yang menyerukan zakat jenis ini beralasan, bila seorang petani yang dengan susah payah bercocok tanam harus mengeluarkan zakat, maka seorang pegawai yang kerjanya lebih ringan dan hasilnya lebih besar dari hasil panen petani, tentunya lebih layak untuk dikenai kewajiban zakat. Berdasarkan qiyas ini, para penyeru zakat profesi mewajibkan seorang pegawai untuk mengeluarkan 2,5 % dari gajinya dengan sebutan zakat profesi.
Bila pendapat ini dikaji dengan seksama, maka kita akan mendapatkan banyak kejanggalan dan penyelewengan. Berikut secara sekilas bukti kejanggalan dan penyelewengan tersebut:
1.
Zakat hasil pertanian adalah (seper-sepuluh) hasil panen bila pengairannya tanpa memerlukan biaya, dan (seper-duapuluh) bila pengairannya membutuhkan biaya. Adapun zakat profesi, maka zakatnya adalah 2,5 % sehingga Qiyas semacam ini merupakan Qiyas yang sangat aneh (ganjil) dan menyeleweng.
2.
Gaji diwujudkan dalam bentuk uang, maka gaji lebih tepat bila dihukumi dengan hukum zakat emas dan perak, karena sama-sama sebagai alat jual beli dan standar nilai barang.
3.
Gaji bukanlah hal baru dalam kehidupan manusia secara umum dan umat Islam secara khusus. Keduanya telah ada sejak zaman dahulu kala. Berikut beberapa bukti yang menunjukkan hal itu:
Sahabat ‘Umar bin al-Khaththab radhiyallâhu'anhu pernah menjalankan suatu tugas dari Rasûlullâh Shallallâhu 'Alaihi Wasallam. Lalu ia pun diberi upah oleh Rasûlullâh Shallallâhu 'Alaihi Wasallam. Pada awalnya, Sahabat ‘Umar radhiyallâhu'anhu menolak upah tersebut, akan tetapi Rasûlullâh Shallallâhu 'Alaihi Wasallam bersabda kepadanya:

“Bila engkau diberi sesuatu tanpa engkau minta, maka makan (ambil) dan sedekahkanlah”.
(Riwayat Muslim)
Seusai Sahabat Abu Bakar radhiyallâhu'anhu dibai’at untuk menjabat khilafah, beliau berangkat ke pasar untuk berdagang sebagaimana kebiasaan beliau sebelumnya. Di tengah jalan beliau berjumpa dengan ‘Umar bin al-Khaththab radhiyallâhu'anhu, maka ‘Umar pun bertanya kepadanya:
“Hendak kemanakah engkau?”
Abu Bakar menjawab:
“Ke pasar”.
‘Umar kembali bertanya:
“Walaupun engkau telah mengemban tugas yang menyibukanmu?”
Abu Bakar menjawab:
“Subhanallah, tugas ini akan menyibukkan diriku dari menafkahi keluargaku?”
Umar pun menjawab:
“Kita akan memberimu secukupmu”.
(Riwayat Ibnu Sa’ad dan al-Baihaqi)
Imam al-Bukhâri juga meriwayatkan pengakuan Sahabat Abu Bakar radhiyallâhu'anhu tentang hal ini.


Sungguh, kaumku telah mengetahui

bahwa pekerjaanku dapat mencukupi kebutuhan keluargaku.
Sedangkan sekarang aku disibukkan oleh urusan kaum muslimin,
maka sekarang keluarga Abu Bakar
akan makan sebagian dari harta ini (harta baitul-mâl),
sedangkan ia akan bertugas mengatur urusan mereka. (Riwayat Bukhâri)
Riwayat-riwayat ini semua membuktikan, bahwa gaji dalam kehidupan umat Islam bukan sesuatu yang baru, akan tetapi, selama 14 abad lamanya tidak pernah ada satu pun ulama yang memfatwakan adanya zakat profesi atau gaji. Ini membuktikan bahwa zakat profesi tidak ada. Yang ada hanyalah zakat mal, yang harus memenuhi dua syarat, yaitu hartanya mencapai nishab dan telah berlalu satu haul (1 tahun).

Oleh karena itu, ulama ahlul-ijtihad yang ada pada zaman kita mengingkari pendapat ini. Salah satunya ialah Syaikh Bin Bâz rahimahullâh, beliau berkata:
“Zakat gaji yang berupa uang, perlu diperinci, bila gaji telah ia terima, lalu berlalu satu tahun dan telah mencapai satu nishab, maka wajib dizakati. Adapun bila gajinya kurang dari satu nishab, atau belum berlalu satu tahun, bahkan ia belanjakan sebelumnya, maka tidak wajib dizakati”.[11]
Fatwa serupa juga telah diedarkan oleh Anggota Tetap Komite Fatwa Kerajaan Saudi Arabia, dan berikut ini fatwanya:
“Sebagaimana telah diketahui bersama, bahwa di antara harta yang wajib dizakati adalah emas dan perak (mata uang). Dan di antara syarat wajibnya zakat pada emas dan perak (uang) adalah berlalunya satu tahun sejak kepemilikan uang tersebut. Mengingat hal itu, maka zakat diwajibkan pada gaji pegawai yang berhasil ditabungkan dan telah mencapai satu nishab, baik gaji itu sendiri telah mencapai satu nishab atau dengan digabungkan dengan uangnya yang lain dan telah berlalu satu tahun. Tidak dibenarkan untuk menyamakan gaji dengan hasil bumi, karena persyaratan haul (berlalu satu tahun sejak kepemilikan uang) telah ditetapkan dalam dalil, sehingga tidak boleh ada Qiyas. Berdasarkan itu semua, maka zakat tidak wajib pada tabungan gaji pegawai hingga telah berlalu satu tahun (haul)”.[12]
Sebagai penutup tulisan singkat ini, saya mengajak pembaca untuk senantiasa merenungkan janji Rasûlullâh Shallallâhu 'Alaihi Wasallam berikut:

Tidaklah shadaqah itu akan mengurangi harta kekayaan.
(HR. Muslim)
Semoga pemaparan singkat di atas dapat membantu pembaca memahami metode penghitungan zakat maal yang benar menurut syari’at Islam. Wallahu Ta’ala A’lam bish-Shawâb.

Syarat Wajib dan Cara Mengeluarkan Zakat Mal



Syarat seseorang wajib mengeluarkan zakat adalah sebagai berikut:
  1. Islam
  2. Merdeka
  3. Berakal dan baligh
  4. Memiliki nishab
Makna nishab di sini adalah ukuran atau batas terendah yang telah ditetapkan oleh syar’i (agama) untuk menjadi pedoman menentukan kewajiban mengeluarkan zakat bagi yang memilikinya, jika telah sampai ukuran tersebut. Orang yang memiliki harta dan telah mencapai nishab atau lebih, diwajibkan mengeluarkan zakat dengan dasar firman Allah,
“Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: ‘Yang lebih dari keperluan.’ Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berpikir.” (Qs. Al Baqarah: 219)
Makna al afwu (dalam ayat tersebut-red), adalah harta yang telah melebihi kebutuhan. Oleh karena itu, Islam menetapkan nishab sebagai ukuran kekayaan seseorang.
Syarat-syarat nishab adalah sebagai berikut:
1. Harta tersebut di luar kebutuhan yang harus dipenuhi seseorang, seperti makanan, pakaian, tempat tinggal, kendaraan, dan alat yang dipergunakan untuk mata pencaharian.
2. Harta yang akan dizakati telah berjalan selama satu tahun (haul) terhitung dari hari kepemilikan nishab dengan dalil hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
“Tidak ada zakat atas harta, kecuali yang telah melampaui satu haul (satu tahun).” (HR. Tirmidzi, Ibnu Majah, dihasankan oleh Syaikh al AlBani)
Dikecualikan dari hal ini, yaitu zakat pertanian dan buah-buahan. Karena zakat pertanian dan buah-buahan diambil ketika panen. Demikian juga zakat harta karun (rikaz) yang diambil ketika menemukannya.
Misalnya, jika seorang muslim memiliki 35 ekor kambing, maka ia tidak diwajibkan zakat karena nishab bagi kambing itu 40 ekor. Kemudian jika kambing-kambing tersebut berkembang biak sehingga mencapai 40 ekor, maka kita mulai menghitung satu tahun setelah sempurna nishab tersebut.
Nishab, Ukuran dan Cara Mengeluarkan Zakatnya
1. Nishab emas

Nishab emas sebanyak 20 dinar. Dinar yang dimaksud adalah dinar Islam.
1 dinar = 4,25 gr emas
Jadi, 20 dinar = 85gr emas murni.
Dalil nishab ini adalah sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
“Tidak ada kewajiban atas kamu sesuatupun – yaitu dalam emas – sampai memiliki 20 dinar. Jika telah memiliki 20 dinar dan telah berlalu satu haul, maka terdapat padanya zakat ½ dinar. Selebihnya dihitung sesuai dengan hal itu, dan tidak ada zakat pada harta, kecuali setelah satu haul.” (HR. Abu Daud, Tirmidzi)
Dari nishab tersebut, diambil 2,5% atau 1/40. Dan jika lebih dari nishab dan belum sampai pada ukuran kelipatannya, maka diambil dan diikutkan dengan nishab awal. Demikian menurut pendapat yang paling kuat.

Contoh:
Seseorang memiliki 87 gr emas yang disimpan. Maka, jika telah sampai haulnya, wajib atasnya untuk mengeluarkan zakatnya, yaitu 1/40 x 87gr = 2,175 gr atau uang seharga tersebut.
2. Nishab perak
Nishab perak adalah 200 dirham. Setara dengan 595 gr, sebagaimana hitungan Syaikh Muhammad Shalih Al Utsaimin dalam Syarhul Mumti’ 6/104 dan diambil darinya 2,5% dengan perhitungan sama dengan emas.
3. Nishab binatang ternak
Syarat wajib zakat binatang ternak sama dengan di atas, ditambah satu syarat lagi, yaitu binatanngya lebih sering digembalakan di padang rumput yang mubah daripada dicarikan makanan.
“Dan dalam zakat kambing yang digembalakan di luar, kalau sampai 40 ekor sampai 120 ekor…” (HR. Bukhari)
Sedangkan ukuran nishab dan yang dikeluarkan zakatnya adalah sebagai berikut:

a. Onta
Nishab onta adalah 5 ekor.
Dengan pertimbangan di negara kita tidak ada yang memiliki ternak onta, maka nishab onta tidak kami jabarkan secara rinci -red.

b. Sapi
Nishab sapi adalah 30 ekor. Apabila kurang dari 30 ekor, maka tidak ada zakatnya.
Cara perhitungannya adalah sebagai berikut:
Jumlah Sapi
Jumlah yang dikeluarkan
30-39 ekor
1 ekor tabi’ atau tabi’ah
40-59 ekor
1 ekor musinah
60 ekor
2 ekor tabi’ atau 2 ekor tabi’ah
70 ekor
1 ekor tabi dan 1 ekor musinnah
80 ekor
2 ekor musinnah
90 ekor
3 ekor tabi’
100 ekor
2 ekor tabi’ dan 1 ekor musinnah
Keterangan:
  1. Tabi’ dan tabi’ah adalah sapi jantan dan betina yang berusia setahun.
  2. Musinnah adalah sapi betina yang berusia 2 tahun.
  3. Setiap 30 ekor sapi, zakatnya adalah 1 ekor tabi’ dan setiap 40 ekor sapi, zakatnya adalah 1 ekor musinnah.
c. Kambing
Nishab kambing adalah 40 ekor. Perhitungannya adalah sebagai berikut:
Jumlah Kambing
Jumlah yang dikeluarkan
40 ekor
1 ekor kambing
120 ekor
2 ekor kambing
201 – 300 ekor
3 ekor kambing
> 300 ekor
setiap 100, 1 ekor kambing
4. Nishab hasil pertanian
Zakat hasil pertanian dan buah-buahan disyari’atkan dalam Islam dengan dasar firman Allah Subhanahu wa Ta’ala, “Dan Dialah yang menjadikan kebun-kebun yang berjunjung dan yang tidak berjunjung, pohon korma, tanam-tanaman yang bermacam-macam buahnya, zaitun dan delima yang serupa (bentuk dan warnanya), dan tidak sama (rasanya). Makanlah dari buahnya (yang bermacam-macam itu) bila dia berbuah, dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya (dengan dikeluarkan zakatnya); dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.” (Qs. Al-An’am: 141)
Adapun nishabnya ialah 5 wasaq, berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
“Zakat itu tidak ada yang kurang dari 5 wasaq.” (Muttafaqun ‘alaihi)
Satu wasaq setara dengan 60 sha’ (menurut kesepakatan ulama, silakan lihat penjelasan Ibnu Hajar dalam Fathul Bari 3/364). Sedangkan 1 sha’ setara dengan 2,175 kg atau 3 kg. Demikian menurut takaaran Lajnah Daimah li Al Fatwa wa Al Buhuts Al Islamiyah (Komite Tetap Fatwa dan Penelitian Islam Saudi Arabia). Berdasarkan fatwa dan ketentuan resmi yang berlaku di Saudi Arabia, maka nishab zakat hasil pertanian adalah 300 sha’ x 3 kg = 900 kg. Adapun ukuran yang dikeluarkan, bila pertanian itu didapatkan dengan cara pengairan (atau menggunakan alat penyiram tanaman), maka zakatnya sebanyak 1/20 (5%). Dan jika pertanian itu diairi dengan hujan (tadah hujan), maka zakatnya sebanyak 1/10 (10%). Ini berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
“Pada yang disirami oleh sungai dan hujan, maka sepersepuluh (1/10); dan yang disirami dengan pengairan (irigasi), maka seperduapuluh (1/20).” (HR. Muslim 2/673)
Misalnya: Seorang petani berhasil menuai hasil panennya sebanyak 1000 kg. Maka ukuran zakat yang dikeluarkan bila dengan pengairan (alat siram tanaman) adalah 1000 x 1/20 = 50 kg. Bila tadah hujan, sebanyak 1000 x 1/10 = 100 kg
5. Nishab barang dagangan
Pensyariatan zakat barang dagangan masih diperselisihkan para ulama. Menurut pendapat yang mewajibkan zakat perdagangan, nishab dan ukuran zakatnya sama dengan nishab dan ukuran zakat emas.
Adapun syarat-syarat mengeluarkan zakat perdagangan sama dengan syarat-syarat yang ada pada zakat yang lain, dan ditambah dengan 3 syarat lainnya:

1) Memilikinya dengan tidak dipaksa, seperti dengan membeli, menerima hadiah, dan yang sejenisnya.
2) Memilikinya dengan niat untuk perdagangan.
3) Nilainya telah sampai nishab.
Seorang pedagang harus menghitung jumlah nilai barang dagangan dengan harga asli (beli), lalu digabungkan dengan keuntungan bersih setelah dipotong hutang.
Misalnya: Seorang pedagang menjumlah barang dagangannya pada akhir tahun dengan jumlah total sebesar Rp. 200.000.000 dan laba bersih sebesar Rp. 50.000.000. Sementara itu, ia memiliki hutang sebanyak Rp. 100.000.000. Maka perhitungannya sebagai berikut:
Modal – Hutang:
Rp. 200.000.000 – Rp. 100.000.000 = Rp. 100.000.000
Jadi jumlah harta zakat adalah:
Rp. 100.000.000 + Rp. 50.000.000 = Rp. 150.000.000
Zakat yang harus dibayarkan:
Rp. 150.000.000 x 2,5 % = Rp. 3.750.000
6. Nishab harta karun
Harta karun yang ditemukan, wajib dizakati secara langsung tanpa mensyaratkan nishab dan haul, berdasarkan keumuman sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:
“Dalam harta temuan terdapat seperlima (1/5) zakatnya.” (HR. Muttafaqun alaihi)

Shalat Tarawih

Tarawih dalam bahasa Arab adalah bentuk jama’ dari

تَرْوِيْحَةٌ
yang berarti waktu sesaat untuk istirahat. (Lisanul ‘Arab, 2/462 dan Fathul Bari, 4/294)

Dan

تَرْوِيْحَةٌ

pada bulan Ramadhan dinamakan demikian karena para jamaah beristirahat setelah melaksanakan shalat tiap-tiap 4 rakaat. (Lisanul ‘Arab, 2/462)

Shalat yang dilaksanakan secara berjamaah pada malam-malam bulan Ramadhan dinamakan tarawih. (Syarh Shahih Muslim, 6/39 dan Fathul Bari, 4/294). Karena para jamaah yang pertama kali bekumpul untuk shalat tarawih beristirahat setelah dua kali salam (yaitu setelah melaksanakan 2 rakaat ditutup dengan salam kemudian mengerjakan 2 rakaat lagi lalu ditutup dengan salam). (Lisanul ‘Arab, 2/462 dan Fathul Bari, 4/294)

Hukum Shalat Tarawih

Hukum shalat tarawih adalah mustahab (sunnah), sebagaimana yang dikatakan oleh Al-Imam An-Nawawi rahimahullah ketika menjelaskan tentang sabda Nabi shallallahu alaihi wasallam yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu:

مَنْ قَامَ رَمَصَانَ إِيْمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

“Barangsiapa menegakkan Ramadhan dalam keadaan beriman dan mengharap balasan dari Allah ta’ala , niscaya diampuni dosa yang telah lalu.” (Muttafaqun ‘alaih)

“Yang dimaksud dengan qiyamu Ramadhan adalah shalat tarawih dan ulama telah bersepakat bahwa shalat tarawih hukumnya mustahab (sunnah).” (Syarh Shahih Muslim, 6/282). Dan beliau menyatakan pula tentang kesepakatan para ulama tentang sunnahnya hukum shalat tarawih ini dalam Syarh Shahih Muslim (5/140) dan Al-Majmu’ (3/526).

Ketika Al-Imam An-Nawawi rahimahullah menafsirkan qiyamu Ramadhan dengan shalat tarawih maka Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah memperjelas kembali tentang hal tersebut: “Maksudnya bahwa qiyamu Ramadhan dapat diperoleh dengan melaksanakan shalat tarawih dan bukanlah yang dimaksud dengan qiyamu Ramadhan hanya diperoleh dengan melaksanakan shalat tarawih saja (dan meniadakan amalan lainnya).” (Fathul Bari, 4/295)

Mana yang lebih utama dilaksanakan secara berjamaah di masjid atau sendiri-sendiri di rumah?

Dalam masalah ini terdapat dua pendapat:

Pendapat pertama, yang utama adalah dilaksanakan secara berjamaah.

Ini adalah pendapat Al-Imam Asy-Syafi’i dan sebagian besar sahabatnya, juga pendapat Abu Hanifah dan Al-Imam Ahmad (Masaailul Imami Ahmad, hal. 90) dan disebutkan pula oleh Ibnu Qudamah dalam Al-Mughni (2/605) dan Al-Mirdawi dalam Al-Inshaf (2/181) serta sebagian pengikut Al-Imam Malik dan lainnya, sebagaimana yang telah disebutkan Al-Imam An-Nawawi rahimahullah dalam Syarh Shahih Muslim (6/282).

Pendapat ini merupakan pendapat jumhur ulama (Al-Fath, 4/297) dan pendapat ini pula yang dipegang Asy-Syaikh Nashiruddin Al-Albani rahimahullah, beliau berkata: “Disyariatkan shalat berjamaah pada qiyam bulan Ramadhan, bahkan dia (shalat tarawih dengan berjamaah) lebih utama daripada (dilaksanakan) sendirian…” (Qiyamu Ramadhan, hal.19-20).

Pendapat kedua, yang utama adalah dilaksanakan sendiri-sendiri.

Pendapat kedua ini adalah pendapat Al-Imam Malik dan Abu Yusuf serta sebagian pengikut Al-Imam Asy-Syafi’i. Hal ini sebutkan pula oleh Al-Imam An-Nawawi (Syarh Shahih Muslim, 6/282).

Adapun dasar masing-masing pendapat tersebut adalah sebagai berikut:

Dasar pendapat pertama:

1. Hadits ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha beliau berkata:

أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَاتَ لَيْلَةٍ فِي الْمَسْجِدِ فَصَلَّى بِصَلاَتِهِ نَاسٌ، ثُمَّ صَلَّى مِنَ الْقَابِلَةِ فَكَثُرَ النَّاسُ، ثُمَّ اجْتَمَعُوا مِنَ اللَّيْلَةِ الثَّالِثَةِِ أَوِ الرَّابِعَةِ فَلَمْ يَخْرُجْ إِلَيْهِمْ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. فَلَمَّا أَصْبَحَ قَالَ: قَدْ رَأَيْتُ الَّذِي صَنَعْتُمْ، وَلَمْ يَمْنَعْنِي مِنَ الْخُرُوْجِ إِلَيْكُمْ إِلاَّ أَنِّي خَشِيْتُ أَنْ تُفْرَضَ عَلَيْكُمْ. وَذَلِكَ فِيْ رَمَضَانَ

“Sesungguhnya Rasulullah shallallahu alaihi wasallam pada suatu malam shalat di masjid lalu para shahabat mengikuti shalat beliau n, kemudian pada malam berikutnya (malam kedua) beliau shalat maka manusia semakin banyak (yang mengikuti shalat Nabi n), kemudian mereka berkumpul pada malam ketiga atau malam keempat. Maka Rasulullah shallallahu alaihi wasallam tidak keluar pada mereka, lalu ketika pagi harinya beliau shallallahu alaihi wasallam bersabda: ‘Sungguh aku telah melihat apa yang telah kalian lakukan, dan tidaklah ada yang mencegahku keluar kepada kalian kecuali sesungguhnya aku khawatir akan diwajibkan pada kalian,’ dan (peristiwa) itu terjadi di bulan Ramadhan.” (Muttafaqun ‘alaih)

• Al-Imam An-Nawawi rahimahullah berkata: “Dalam hadits ini terkandung bolehnya shalat nafilah (sunnah) secara berjamaah akan tetapi yang utama adalah shalat sendiri-sendiri kecuali pada shalat-shalat sunnah yang khusus seperti shalat ‘Ied dan shalat gerhana serta shalat istisqa’, dan demikian pula shalat tarawih menurut jumhur ulama.” (Syarh Shahih Muslim, 6/284 dan lihat pula Al-Majmu’, 3/499;528)

• Tidak adanya pengingkaran Nabi shallallahu alaihi wasallam terhadap para shahabat yang shalat bersamanya (secara berjamaah) pada beberapa malam bulan Ramadhan. (Al-Fath, 4/297 dan Al-Iqtidha’, 1/592)

2. Hadits Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu beliau berkata, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:

إِنَّ الرَّجُلَ إِذَا صَلَّى مَعَ اْلإِمَامِ حَتَّى يَنْصَرِفَ حُسِبَ لَهُ قِيَامُ لَيْلَةٍ

“Sesungguhnya seseorang apabila shalat bersama imam sampai selesai maka terhitung baginya (makmum) qiyam satu malam penuh.” (HR. Abu Dawud, At-Tirmidzi, An-Nasai dan Ibnu Majah)

Hadits ini dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullah dalam Shahih Sunan Abi Dawud (1/380). Berkenaan dengan hadits di atas, Al-Imam Ibnu Qudamah mengatakan: “Dan hadits ini adalah khusus pada qiyamu Ramadhan (tarawih).” (Al-Mughni, 2/606)

Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullah berkata: “Apabila permasalahan seputar antara shalat (tarawih) yang dilaksanakan pada permulaan malam secara berjamaah dengan shalat (yang dilaksanakan) pada akhir malam secara sendiri-sendiri maka shalat (tarawih) dengan berjamaah lebih utama karena terhitung baginya qiyamul lail yang sempurna.” (Qiyamu Ramadhan, hal. 26)

3. Perbuatan ‘Umar bin Al-Khaththab radhiyallahu ‘anhu dan para shahabat lainnya radiyallahu 'anhum 'ajma'in (Syarh Shahih Muslim, 6/282), ketika ‘Umar bin Al-Khaththab radhiyallahu ‘anhu melihat manusia shalat di masjid pada malam bulan Ramadhan, maka sebagian mereka ada yang shalat sendirian dan ada pula yang shalat secara berjamaah kemudian beliau mengumpulkan manusia dalam satu jamaah dan dipilihlah Ubai bin Ka’b radhiyallahu ‘anhu sebagai imam (lihat Shahih Al-Bukhari pada kitab Shalat Tarawih).

4. Karena shalat tarawih termasuk dari syi’ar Islam yang tampak maka serupa dengan shalat ‘Ied. (Syarh Shahih Muslim, 6/282)

5. Karena shalat berjamaah yang dipimpin seorang imam lebih bersemangat bagi keumuman orang-orang yang shalat. (Fathul Bari, 4/297)

Dalil pendapat kedua:

Hadits dari shahabat Zaid bin Tsabit z, sesungguhnya Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda: “Wahai manusia, shalatlah di rumah kalian! Sesungguhnya shalat yang paling utama adalah shalatnya seseorang yang dikerjakan di rumahnya kecuali shalat yang diwajibkan.” (Muttafaqun ‘alaih)

Dengan hadits inilah mereka mengambil dasar akan keutamaan shalat tarawih yang dilaksanakan di rumah dengan sendiri-sendiri dan tidak dikerjakan secara berjamaah. (Nashbur Rayah, 2/156 dan Syarh Shahih Muslim, 6/282)

Pendapat yang rajih (kuat) dalam masalah ini adalah pendapat pertama karena hujjah-hujjah yang telah tersebut di atas. Adapun jawaban pemegang pendapat pertama terhadap dasar yang digunakan oleh pemegang pendapat kedua adalah:

• Bahwasanya Nabi shallallahu alaihi wasallam memerintahkan para shahabat untuk mengerjakan shalat malam pada bulan Ramadhan di rumah mereka (setelah para shahabat sempat beberapa malam mengikuti shalat malam secara berjamaah bersama Nabi shallallahu 'alaihi wassallam), karena kekhawatiran beliau shallallahu alaihi wasallam akan diwajibkannya shalat malam secara berjamaah (Fathul Bari, 3/18) dan kalau tidak karena kekhawatiran ini niscaya beliau akan keluar menjumpai para shahabat (untuk shalat tarawih secara berjamaah) (Al-Iqtidha’, 1/594). Dan sebab ini (kekhawatiran beliau shallallahu alaihi wasallam akan menjadi wajib) sudah tidak ada dengan wafatnya Nabi n. (Al-‘Aun, 4/248 dan Al-Iqtidha’, 1/595), karena dengan wafatnya beliau shallallahu alaihi wasallam maka tidak ada kewajiban yang baru dalam agama ini.

Dengan demikian maka pemegang pendapat pertama telah menjawab terhadap dalil yang digunakan pemegang pendapat kedua. Wallahu a’lam.

Waktu Shalat Tarawih

Waktu shalat tarawih adalah antara shalat ‘Isya hingga terbit fajar sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wassallam:

إِنَّ اللهَ زَادَكُمْ صَلاَةً وَهِيَ الْوِتْرُ فَصَلُّوْهَا فِيْمَا بَيْنَ صَلاَةِ الْعِشَاءِ إِلَى صَلاَةِ الْفَجْرِ

“Sesungguhnya Allah telah menambah shalat pada kalian dan dia adalah shalat witir. Maka lakukanlah shalat witir itu antara shalat ‘Isya hingga shalat fajar.” (HR. Ahmad, Asy-Syaikh Nashiruddin Al-Albani rahimahullah berkata: “(Hadits) ini sanadnya shahih”, sebagaimana dalam Ash-Shahihah, 1/221 no.108)

Jumlah Rakaat dalam Shalat Tarawih

Kemudian untuk jumlah rakaat dalam shalat tarawih adalah 11 rakaat berdasarkan:

1. Hadits yang diriwayatkan dari Abu Salamah bin ‘Abdurrahman, beliau bertanya pada ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha tentang sifat shalat Rasulullah shallallahu alaihi wasallam pada bulan Ramadhan, beliau menjawab:

مَا كَانَ يَزِيْدُ فِيْ رَمَضَانَ وَلاَ فِيْ غَيْرِهِ عَلَى إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً ...

“Tidaklah (Rasulullah n) melebihkan (jumlah rakaat) pada bulan Ramadhan dan tidak pula pada selain bulan Ramadhan dari 11 rakaat.” (HR. Al-Imam Al-Bukhari)

‘Aisyah radhiyallahu ‘anha dalam hadits di atas mengisahkan tentang jumlah rakaat shalat malam Rasulullah shallallahu alaihi wasallam yang telah beliau saksikan sendiri yaitu 11 rakaat, baik di bulan Ramadhan atau bulan lainnya. “Beliaulah yang paling mengetahui tentang keadaan Nabi shallallahu alaihi wasallam di malam hari dari lainnya.” (Fathul Bari, 4/299)

Asy-Syaikh Nashiruddin Al-Albani rahimahullah berkata: “(Jumlah) rakaat (shalat tarawih) adalah 11 rakaat, dan kami memilih tidak lebih dari (11 rakaat) karena mengikuti Rasulullah n, maka sesungguhnya beliau shallallahu alaihi wasallam tidak melebihi 11 rakaat sampai beliau shallallahu alaihi wasallam wafat.” (Qiyamu Ramadhan, hal. 22)

2. Dari Saaib bin Yazid beliau berkata:

أَمَرَ عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ أُبَيَّ بْنَ كَعْبٍ وَتَمِيْمًا الدَّارِيَّ أَنْ يَقُوْمَا لِلنَّاسِ بِإِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً

“’Umar bin Al-Khaththab radhiyallahu ‘anhu memerintahkan pada Ubai bin Ka’b dan Tamim Ad-Dari untuk memimpin shalat berjamaah sebanyak 11 rakaat.” (HR. Al-Imam Malik, lihat Al-Muwaththa Ma’a Syarh Az-Zarqani, 1/361 no. 249)

Asy-Syaikh Nashiruddin Al-Albani rahimahullah berkata dalam Al-Irwa (2/192) tentang hadits ini: “(Hadits) ini isnadnya sangat shahih.” Asy-Syaikh Muhammad Al-‘Utsaimin rahimahullah berkata: “Dan (hadits) ini merupakan nash yang jelas dan perintah dari ‘Umar z, dan (perintah itu) sesuai dengannya radhiyallahu ‘anhu karena beliau termasuk manusia yang paling bersemangat dalam berpegang teguh dengan As Sunnah, apabila Rasulullah shallallahu alaihi wasallam tidak melebihkan dari 11 rakaat maka sesungguhnya kami berkeyakinan bahwa ‘Umar radhiyallahu ‘anhu akan berpegang teguh dengan jumlah ini (yaitu 11 rakaat).” (Asy-Syarhul Mumti’)

Adapun pendapat yang menyatakan bahwa shalat tarawih itu jumlahnya 23 rakaat adalah pendapat yang lemah karena dasar yang digunakan oleh pemegang pendapat ini hadits-hadits yang lemah. Di antara hadits-hadits tersebut:

1. Dari Yazid bin Ruman beliau berkata:

كَانَ النَّاسُ يَقُوْمُوْنَ فِيْ زَمَانِ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ فِيْ رَمَضَانَ بِثَلاَثٍ وَعِشْرِيْنَ رَكْعَةً

“Manusia menegakkan (shalat tarawih) di bulan Ramadhan pada masa ‘Umar bin Al-Khaththab radhiyallahu ‘anhu 23 rakaat.” (HR. Al-Imam Malik, lihat Al-Muwaththa Ma’a Syarh Az-Zarqaani, 1/362 no. 250)

Al-Imam Al-Baihaqi rahimahullah berkata: “Yazid bin Ruman tidak menemui masa ‘Umar radiyallahu 'anhu”. (Nukilan dari kitab Nashbur Rayah, 2/154) (maka sanadnya munqothi/terputus, red).

Asy-Syaikh Nashiruddin Al-Albani rahimahullah men-dha’if-kan hadits ini sebagaimana dalam Al-Irwa (2/192 no. 446).

2. Dari Abu Syaibah Ibrahim bin ‘Utsman dari Hakam dari Miqsam dari Ibnu ‘Abbas radiyallahu 'anhu :

أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يُصَلِّى فِيْ رَمَضَانَ عِشْرِيْنَ رَكَعَةَ وَالْوِتْرَ

“Sesungguhnya Nabi shallallahu alaihi wasallam shalat di bulan Ramadhan 20 rakaat dan witir.” (HR. Ath-Thabrani dalam Al-Mu’jamul Awsath, 5/324 no. 5440 dan 1/243 no. 798, dan dalam Al-Mu’jamul Kabir, 11/311 no. 12102)

Al-Imam Ath-Thabrani rahimahullah berkata: “Tidak ada yang meriwayatkan hadits ini dari Hakam kecuali Abu Syaibah dan tidaklah diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas kecuali dengan sanad ini saja.” (Al-Mu’jamul Ausath, 1/244)

Dalam kitab Nashbur Rayah (2/153) dijelaskan: “Abu Syaibah Ibrahim bin ‘Utsman adalah perawi yang lemah menurut kesepakatan, dan dia telah menyelisihi hadits yang shahih riwayat Abu Salamah, sesungguhnya beliau bertanya pada ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha : “Bagaimana shalat Rasulullah shallallahu alaihi wasallam di bulan Ramadhan? (yaitu dalil pertama dari pendapat yang pertama).” Asy-Syaikh Nashiruddin Al-Albani rahimahullah menyatakan bahwa hadits ini maudhu’ (palsu). (Adh-Dha’ifah, 2/35 no. 560 dan Al-Irwa, 2/191 no. 445)

Sebagai penutup kami mengingatkan tentang kesalahan yang terjadi pada pelaksanaan shalat tarawih yaitu dengan membaca dzikir-dzikir atau doa-doa tertentu yang dibaca secara berjamaah pada tiap-tiap dua rakaat setelah salam. Amalan ini adalah amalan yang bid’ah (tidak diajarkan oleh nabi shallallahu 'alaihi wassallam).

Wallahu a’lam

Minggu, 24 Juli 2011

Menggapai Surga Dengan Rahmat Allah

Di zaman Bani Israil, ada cerita tentang seseorang yang sejak kecil hingga akhir hidupnya, selalu dipenuhi dengan ibadah, waktunya tidak ada yang terbuang percuma, ia berkhalwat menjauhkan diri dari keramaian dunia semata mata untuk beribadah, maka bisa dibayangkan betapa banyak pahala yang dia peroleh. Ketika dia wafat, Allah pun memasukkannya ke Surga dengan rahmat-Nya. Setelah si Fulan ini tahu bahwa ia masuk surga bukan karena amalnya tetapi karena rahmat Allah semata, diapun “protes” kepada Allah. “Ya Allah, mengapa saya masuk surga karena rahmat-Mu, kenapa bukan karena amal saya. Bukankah saya telah menghabiskan umur hanya untuk beribadah dan seharusnya saya masuk surga karena pahala-pahala yang saya peroleh dari amal-amal saya ? Allah berfirman, “Rupanya kamu tidak puas dengan apa yang telah Aku berikan kepadamu ? Baiklah, sekarang Aku akan hitung amal-amal ibadah yang telah kamu lakukan.
Memang pahala yang kamu peroleh sangat besar bahkan lebih besar dari gunung, tetapi ada beberapa kewajiban yang belum kamu laksanakan diantaranya mensyukuri segala nikmat-nikmat-Ku. Pertama mulai kuhitung dari mata. Bukankah dengan rahmat-Ku berupa mata kamu bisa melihat dan membaca sehingga kamu memperoleh ilmu yang bisa kamu gunakan untuk ibadah. Dengan mata pula kamu bisa melihat-lihat kebesaran-Ku sehingga kamu memuji-Ku yang menyebabkan kamu mendapat limpahan pahala dari-Ku. Sekarang seberapa syukurmu atas nikmat-Ku yang berupa mata tadi. Bukankah pahala ibadahmu yang melebihi gunung tadi belum sebanding dengan nikmat yang Kuberikan ?,meski itu baru ditimbang hanya dengan nikmat mata saja ?, belum yang lain. Jika tumpuanmu ke surga-Ku adalah hanya amalmu, bukankah neraka lebih pantas menjadi tempatmu ? Orang itu kemudian memohon ampun kepada Allah seraya mengakui bahwa dia masuk surga hakekatnya adalah karena rahmat Allah Swt. semata, walaupun secara syariat adalah karena amal ibadah yang dilakukan dan dosa-dosa yang ditingalkan. Sebagaimana sabda Rasulallah Saw, dari Abi Hurairoh Ra berkata, Rasulallah Saw bersada, “Saling mendekatlah kalian kepada Allah Swt dan berjalanlah dengan lurus dan ketahuilah bahwa tidak ada seorangpun diantara kamu sekalian yang selamat karena amalnya. Para sahabat bertanya “Tidak juga tuan, ya Rasulallah ? Rasululah Saw. menjawab, “Tidak juga saya, kecuali jika Allah Swt melimpahkan rahmat dan karunianya”. (HR. Muslim).
Alhamdulillahi Rabbil Alamin adalah sebuah kata pujian yang memang pada hakikatnya hanya pantas untuk Allah semata. Walapun secara syariat pujian itu terbagi menjadi empat bagian :
1- Allah memuji dzatnya sendiri seperti Subhanallah, Maha suci Allah. Karena memang Allahlah Dzat yang Maha Suci, sehingga Dia punya hak untuk dipuji dan memuji Dzatnya sendiri.
2- Pujian Allah kepada mahkluk seperti Allah memuji Rasulallah Saw. pada hakikatnya tetap Allah yang memiliki pujian tersebut karena Allah lah yang menciptakan dan menjadikan Rasulallah Saw. pantas dipuji.
3- Pujian Makhluk Kepada Allah, seperti seseorang yang mengucapkan Allahu Akbar, Allah Maha Besar. Karena memang semuanya selain Allah pada hakekatnya adalah kecil.
4- Pujian Mahkluk kepada makhluk lainnya. Seperti kita memuji teman yang rajin beribadah, dan berahlaqul karimah, pada hakekatnya kita memuji Allah, karena dia beribadah dan berakhalaqul karimah adalah karena rahmat Allah semata.
Oleh sebab itu sangatlah pantas apabila dalam mencari kebahagiaan dan keselamatan di dunia dan akherat tidak semata bergantung pada amal ibadah yang dilakukan melainkan bergantung pada rahmat Allah. Keterangan ini bukan bermaksud membuat seseorang pesimis atas amal-amalnya sehingga malas melakukan ibadah, akan tetapi justru mengajak manusia agar sadar bahwa sesungguhnya di dalam beramal haruslah ridlo dan ikhlas dengan mengharap rahmat Allah. Karena Ridlo dari Allah adalah segala-galanya. Semoga bermanfa’at amin (Habib Jakfar Al Musawa)

Rabu, 20 Juli 2011

Seribu Duka Buat Negeri Tercinta


Negeri ini adalah negeri yang dikutuk,
Negeri yang nasibnya terpuruk,
Utangnya bertumpuk-tumpuk,
Rakyatnya mau mengamuk

Selamat datang di negeri preman,
Di sebelah kiri dipepet copet,
Di kanan ditunggu jambret,
Di depan dihadang tukang peras,
Di atas diinjak tukang tindas

Inilah negeri yang beragama,
Tapi korupsinya menjadi juara dunia.
Lihatlah para maling berbaris dengan rapat, hening dan sangat khidmat.
Sedang beribadahkah mereka ?
Ternyata tidak !!,
Mereka sedang mencuri secara berjamaah
Sulit bagimu untuk memasuki barisannya
Lihatlah para maling itu mengatasnamakan agama untuk kepentingan perutnya,
Mereka rajin menyantuni anak yatim dan beramal
Sambil mem-mark up anggaran dan me-mark down pelaksanaan.,
Mereka rajin pergi umrah dan naik haji,
Setelah kembali dari tanah suci makin rajin mencari upeti
Sambil mengutip ayat-ayat suci.
Di malam hari rajin ibadah dan minta ampunan,
Di siang hari rajin mencari komisi dan berbuat kemaksiatan

Lihatlah di negara yang beragama ini,
Agama digunakan untuk menghajar dan menghina sesama,
Seolah-olah Tuhan adalah dewa perang,
Dan umatnya adalah pembunuh kehidupan
Sambil menyebut nama Sang Pemberi Kehidupan.
Dakwah bukan lagi untuk mengajak kebaikan tapi untuk menghantam kiri-kanan,
Dialog dan diskusi bukan lagi mencari solusi tapi untuk saling menghabisi

Ini adalah negeri partai dan golongan,
Gambar partai banyak sekali jumlahnya,
Slogannya untuk kesejahteraan
Pelaksanaanya baru menjadi impian
Semuanya cuma mementingkan pribadi dan golongan
Gemar melecehkan kebersamaan

Negeri ini negeri antrian,
Orang kaya antri di kedai roti demi gengsi,
Orang miskin antri minyak tanah seliter berhari-hari
Orang kaya antri memamerkan kemewahan tak peduli tetangganya kelaparan ,
Orang miskin antri bantuan sambil saling hantam dan sikut-sikutan .
Mall-mall ramai orang mengejar impian
Masjid sepi seperti kuburan
Buku-buku motivasi menjadi rebutan
AlMu hanya menjadi pajangan

Negeri ini adalah negeri berketuhanan,
Tapi pemimpin dan rakyatnya kesetanan,
Ibu membunuh anak karena kemiskinan,
Korupsi sah-sah saja asal tidak ketahuan

Negeri ini adalah negeri tontonan,
Gosip dan fitnah menjadi hiburan,
Para pemimpin sibuk menghabiskan uang untuk membuat iklan,
Rakyatnya gelap mata terbujuk rayuan iklan,
Acaranya berisi kemarahan dan kemewahan.

Negeri ini entah negeri apa,
Yang kaya semakin rakus,
Yang miskin makin curang,
Para selebritis berebut menjadi pemimpin,
Para seniman sudah berpolitik,
Pemimpin agama pandai bermain intrik,
Para pemimpin malah bermain klenik.

Ya Tuhan…..,
Jika penduduk negeri ini sudah tak takut lagi dengan hukuman-Mu
Mohon diberi kutukan….
Tapi….
Selamatkanlah anak-anak kami
Karena merekalah yang akan memperbaiki kesalahan kami
Dan Insya Allah,
Perbuatan dan doa-doa mereka
Mengurangi hukuman kami…

Senin, 18 Juli 2011

Amalan Malam Nisfu Sya'ban

Amalan malam Nishfu Sya’ban

Disunnahkan untuk memperbanyak shalat malam di malam Nisfu Sya’ban dan berpuasa keesokannya, sebagaimana Hadits Rasul saw :

“Bila sudah masuk Malam Nisfu Syaban maka bangunlah dimalamnya (perbanyak shalat malam dan dzikir) dan berpuasalah disiang harinya, sungguh Allah turun ke langit yg terendah berhadapan dg bumi saat terbenamnya matahari di hari itu (turun ke langit yg terdekat dg bumi = mendekatkan Rahmat Nya kepada hamba Nya), dan berkata: adakah yg beristighfar kuampuni dosanya, adakah yg ditimpa musibah (yg berdoa) hingga kuangkat musibahnya, adakah yg meminta rizki akan kulimpahi rizki, adakah..dan adakah.. (Rasul saw menjelaskan banyak kemuliaan malam itu dari Allah swt menjawab doa doa kita)”.
sumber :

- Tafsir Imam Qurtubi Juz 16 hal 127.
- Sunan Ibn Maajah hadits no. 1388
Walaupun ada pendapat bahwa riwayat ini tdk shahih, namun baik pula kita banyak bermunajat di malam ini karena Pengampunan Allah tercurah di malam ini, sebagaimana riwayat shahih dibawah ini.
dan Rasul saw bersabda bahwa
“malam Nisfu Sya’ban Allah mengampuni semua hamba Nya kecuali Musyrik dan orang yg suka iri dan dengki/pemfitnah.”
(Shahih Ibn Hibban hadits no.5667), (Mawarid Dhamaan hadits No.1980) (Sunan Tirmidzi hadits no.739)