Rabu, 07 September 2011

Fanatisme Menurut Ali Zainal Abidin


Memalukan sekali suporterku? Begitulah kiranya sebuah ungkapan dari dalam hatiku menanggapi kekecewaanku pada para pendukung Timnas yang seperti menunjukkan dan menampakkan dengan sombongnya “Aku memang gila”. Dulu aku kecewa pada pengurus PSSI yang selalu dipenuhi dengan skandal dalam keoengurusannya. Kali ini sebaliknya para pengurus PSSI dan Timnas mulai berbenah diri, para pendukungnya sepertinya menghalangi. Kalau begini kapan majunya sepak bola kita Bung? Ayo kita berfikir bersama membantu mengangkat derajat negeri kita ini. Masa korupsi, skandal, dan lain lain diangkat, prestasi gak diangkat? Apa ya pada gak punya malu? Ibarat kata orang yang sakit masa gak mau sembuh?
Sudah sekian lama kita menantikan kapan tiba saatnya Timnas kita berlaga dan menunjukan kualitasnya pada dunia bahwa “Indonesia Bisa”, lantas mengapa kadangkala kita egois? Kita sering melihat kejelekan diri orang lain tanpa melihat kejelekan yang ada pada diri kita. Ya seperti itu juga yang dilakukan oleh segelintir orang yang mengaku pendukung tapi cuma kerudung. Disetiap pertandingan sering saya jumpai tulisan yang menghina dan melecehkan supporter tim lain (yang juga saudara sebangsa kita). Mulai dari “Fuck Viking”, “Anti The Jack”, “Malang The Dancok”, dan lain sebagainya. Coba anda fikir, apakah dengan hal itu Negara kita bersatu? Mari kita buka sejarah, setahu saya belum pernah ada dalam sejarah “Orang dalam satu Negara menganut sifat Fanatisme Kedaerahan membuat Negara bersatu”. Coba kita telaah kasus – kasus besar yang pernah terjadi di Negara kita:
  •       Kerusuhan di Ambon
  •      Kerusuhan di Poso 
  •      Kerusuhan di Sampit 
  •      Pemberontakan GAM (Gerakan Aceh Merdeka)
  •      Pemberontakan di Dili (mengakibatkan lepasnya Timor Timur dari NKRI)
Kalau anda perhatikan dari beberapa kasus di atas apakah semua itu memiliki keuntungan terjaganya kedaulatan dan keutuhan wilayah Negara kita? Bukan tidak mungkin kalau karena sifat fanatik kedaerahan itu dibiarkan berkembang akan membuat Negara kita hancur. Mengapa saya mengatakan demikian? Sebab sejarah telah mencatat bahwa keruntuhan suatu organisasi diakibatkan oleh sifat fanatisme terhadap sesuatu. Lantas apakah fanatik terhadap agama itu paling baik? Tidak sepenuhnya, semua itu tergantung dari yang menjalankan saja. Kalau terlalu fanatik dengan agama, biasanya bisa membuat sesorang sombong, dan dengan sikap yang merasa suci meyakini bahwa agamanya paling benar. Tidak heran aliran nyeleneh banyak bermunculan. Selain itu coba kita belajar dari kasus terorisme, apakah teroris itu jihad? Sebagai muslim saya amat marah kalau ada segelintir orang berlindung dari sifat fanatik mereka. Pernahkah Rasulullah mengajarkan kekerasan pada umatnya?
        Kembali ke pokok utama, dari hal di atas kita pasti bisa mencerna kalau fanatisme menimbulkan lebih banyak akibat daripada manfaat. Lantas apa kita dilarang bersikap fanatik? Tidak! Justru Rasulullah SAW pernah mengajarkan pada kita, sabda beliau:
“Barangsiapa yang mengaku cinta padaku, maka cintai pula ahli baitku” (H.R. Bukhori)
Yang dimaksud ahlil bait adalah mereka keturunan Rasulullah SAW. Dari hadist diatas kita tahu bahwa fanatik itu boleh – boleh saja asal tidak membuat kita lupa akan diri kita, hakikat kita diciptakan, serta siapa yang menciptakan kita.
        Sobat, negeri kita sudah sangat tua merdeka (66 tahun). Akankah dibiarkan Negara yang tua ini hancur? Allah SWT menganugerahkan pada kita kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945 (17 Ramadhan 1366 H). Subhanallah! Pada 17 Ramadhan adalah malam turunnya Al Qur’an, dimana kala itu Al Qur’an turun secara bertahap agar dapat menjadi petunjuk dan pembeda diantara Kitab Allah yang lain. Mu’jizat Rasulullah SAW yang paling luar biasa dan terjaga keasliannya. Oleh karena itu wajiblah kita renungi apa yang saya sampaikan ini. Dengan demikian tercapailah suatu harmonisasi kehidupan nan syahdu, Bunga cinta nan merekah seiring ridho dan rahmatNya pada kita semua makhlukNya. Semoga bermanfaat sobat!