Rabu, 13 Juli 2011

Imam Ali Zainal Abidin R.A

Ketika senja telah turunmengganti siang dengan malam, seorang laki-laki bergegas mengambil air wudhu.Memenuhi panggilan adzan yang bergaung indah memenuhi angkasa. "Allahu Akbar!"suara lelaki itu mengawali shalatnya.
Khusyuk sekali ia melaksanakan ibadah kepada Allah. Tampak kerutan di keningnyabekas-bekas sujud. Dalam sujudnya, ia tenggelam bersama untaian-untaian do'a.Seusai shalat, lama ia duduk bersimpuh di atas sajadahnya. Ia terpaku denganair mata mengalir, memohon ampunan Allah.
Dan bila malam sudah naik kepuncaknya, laki-laki itu baru beranjak dari sajadahnya. "Rupanya malam sudahlarut...,"bisiknya. Ali Zainal Abidin, lelaki ahli ibadah itu berjalan menujugudang yang penuh dengan bahan-bahan pangan. Ia pun membuka pintu gudanghartanya. Lalu, dikeluarkannya karung-karung berisi tepung, gandum, danbahan-bahan makanan lainnya.
Di tengah malam yang gelapgulita itu, Ali Zainal Abidin membawa karung-karung tepung dan gandum di ataspunggungnya yang lemah dan kurus. Ia berkeliling di kota Madinah memikul karung-karung itu, lalumenaruhnya di depan pintu rumah orang-orang yang membutuhkan nya.
Di saat suasana hening dansepi, di saat orang-orang tertidur pulas, Ali Zainal Abidin memberikan sedekahkepada fakir miskin di pelosok Madinah. "Alhamdulillah..., harta titipan sudahkusampaikan kepada yang berhak,"kata Ali Zainal Abidin. Lega hatinya dapatmenunaikan pekerjaan itu sebelum fajar menyingsing. Sebelum orang-orangterbangun dari mimpinya.
Ketika hari mulai terang,orang-orang berseru kegirangan mendapatkan sekarung tepung di depan pintu."Hah! Siapa yang sudah menaruh karung gandum ini?!" seru orang yang mendapatjatah makanan. "Rezeki Allah telah datang! Seseorang membawakan nya untukkita!" sambut yang lainnya.
Begitu pula pada malam-malamberikutnya, Ali Zainal Abidin selalu mengirimkan karung-karung makanan untukorang-orang miskin. Dengan langkah mengendap-endap, kalau-kalau ada yangmemergokinya tengah berjalan di kegelapan malam. Ia segera meletakankarung-karung di muka pintu rumah orang-orang yang kelaparan.
"Sungguh! Kita terbebas darikesengsaraan dan kelaparan! Karena seorang penolong yang tidak diketahui!" kataorang miskin ketika pagi tiba. "Ya! Semoga Allah melimpahkan harta yangberlipat kepada sang penolong...," timpal seorang temannya.
Dari kejauhan, Ali ZainalAbidin mendengar semua berita orang yang mendapat sekarung tepung. Hatinyabersyukur pada Allah. Sebab, dengan memberi sedekah kepada fakir miskinhartanya tidak akan berkurang bahkan, kini hasil perdagangan dan pertanian AliZainal Abidin semakin bertambah keuntungannya.
Tak seorang pun yang tahudari mana karung-karung makanan itu? Dan siapa yang sudah mengirimkannya? AliZainal Abidin senang melihat kaum miskin di kotanya tidak mengalami kelaparan.Ia selalu mencari tahu tentang orang-orang yang sedang kesusahan. Malamharinya, ia segera mengirimkan karung-karung makanan kepada mereka.
Malam itu, seperti biasanya,Ali Zainal Abidin memikul sekarung tepung di pundaknya. Berjalan tertatih-tatihdalam kegelapan. Tiba-tiba tanpa di duga seseorang melompat dari semak belukar.Lalu menghadangnya! "Hei! Serahkan semua harta kekayaanmu! Kalau tidak...," orangbertopeng itu mengancam dengan sebilah pisau tajam ke leher Ali Zainal Abidin.
Beberapa saat Aliterperangah. Ia tersadar kalau dirinya sedang di rampok. "Ayo cepat! Manauangnya?!" gertak orang itu sambil mengacungkan pisau. Ali menurunkan karung dipundaknya, lalu sekuat tenaga melemparkan karung itu ke tubuh sang perampoksehingga membuat orang bertopeng itu terjengkang keras ke tanah. Ternyata bebankarung itu mampu membuatnya tak dapat bergerak. Ali segera menarik topeng yangmenutupi wajahnya. Dan orang itu tak bisa melawan Ali.
"Siapa kau?!" tanya Alisambil memperhatikan wajah orang itu. "Ampun, Tuan....jangan siksa saya...sayahanya seorang budak miskin...,"katanya ketakutan. "Kenapa kau merampokku?" TanyaAli kemudian. "Maafkan saya, terpaksa saya merampok karena anak-anak sayakelaparan," sahutnya dengan wajah pucat.
Ali melepaskan karung yangmenimpa badan orang itu. Napasnya terengah-engah. Ali tak sampai hatimenanyainya terus. "Ampunilah saya, Tuan. Saya menyesal sudah berbuat jahat...""Baik! Kau kulepaskan. Dan bawalah karung makanan ini untuk anak-anakmu. Kausedang kesusahan, bukan?" kata Ali.
Beberapa saat orang ituterdiam. Hanya memandangi Ali dengan takjub. "Sekarang pulanglah!" kata Ali.Seketika orang itu pun bersimpuh di depan Ali sambil menangis. "Tuan, terimakasih! Tuan sangat baik dan mulia! Saya bertaubat kepada Allah...saya berjanjitidak akan mengulanginya," kata orang itu penuh sesal.
Ali tersenyum danmengangguk–anggukkan kepalanya. "Hai, orang yang bertaubat! Aku merdekakandirimu karena Allah! Sungguh, Allah Maha pengampun." Orang itu bersyukur kepadaAllah. Ali memberi hadiah kepadanya karena ia sudah bertaubat ataskesalahannya.
"Aku minta, jangan kauceritakan kepada siapapun tentang pertemuanmu denganku pada malam ini...," kataAli sebelum orang itu pergi." Cukup kau doakan agar Allah mengampuni segaladosaku," sambung Ali, dan orang itu menepati janjinya. Ia tidak pernahmengatakan pada siapa pun bahwa Ali-lah yang selama ini telah mengirimkankarung-karung makanan untuk orang-orang miskin.
Suatu ketika setelah wafatnyaAli Zainal Abidin, orang yang dimerdekakan Ali segera bertakziah ke rumahnya.Ia ikut memandikan jenazahnya bersama orang-orang. Orang-orang itu melihatbekas-bekas hitam di punggung di pundak jenazah Ali. Lalu mereka pun bertanya,"Dari manakah asal bekas-bekas hitam ini?" "Itu adalah bekas karung-karungtepung dan gandum yang biasa diantarkan Ali ke seratus rumah di Madinah," kataorang yang bertaubat itu dengan rasa haru.
Barulah orang-orang tahu darimana datangnya sumber rezeki yang mereka terima itu. Seiring dengan wafatnyaAli Zainal Abidin, keluarga-keluarga yang biasa di beri sumbangan itu merasakehilangan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar